Terdakwa Korupsi Mobil Damkar di Aceh Dituntut 8 Tahun Bui
- VIVA.co.id/Dani Randi
VIVA.co.id - Empat terdakwa korupsi pengadaan mobil pemadaman kebakaran (damkar) dituntut masing-masing delapan tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh, Aceh, Senin, 9 Oktober 2017.
Keempat terdakwa, antara lain Deni Okta Pribadi, Direktur PT Dhezan Karya Perdana; Raziati, komisaris perusahaan Raziati; Siti Maryami, sebelumnya menjabat Pejabat Pembuat Komitmen di Dinas Pendapatan Keuangan dan Kekayaan Aceh; dan Syahrial, Pokja Unit Layanan Pengadaan Pemerintah Aceh.
Tuntutan dibacakan Muhammad Zulfan sebagai Jaksa Penuntut Umum pada sidang atas terdakwa Syahrial, Raziati, dan Deni Okta Pribadi yang diketuai hakim Deni Sahputra. Sedangkan pada sidang kedua dengan terdakwa Siti Maryami diketuai hakim T. Syarafi.
Dalam tuntutan itu, jaksa mengatakan para terdakwa secara bersama-sama dan terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan mobil damkar. Pengadaan mobil bersumber dari dana Pemerintah Aceh tahun anggaran 2014 dengan nilai Rp17,5 miliar.
Menurut jaksa, mobil damkar yang dibeli tidak sesuai spesifikasi. “Perusahaan terdakwa juga tidak memiliki kualifikasi pekerjaan untuk mobil pemadam kebakaran," kata jaksa Muhammad Zulfan kepada wartawan usai sidang.
Akibat perbuatan terdakwa, kerugian negara mencapai Rp4,7 miliar. Kerugian itu berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa juga menuntut para terdakwa membayar denda masing-masing sebesar Rp200 juta subsider empat bulan penjara. Sedangkan terdakwa Deni Okto Pribadi dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp4,7 miliar.
“Jika terdakwa tidak memiliki harta benda maka harus menjalani kurungan badan selama empat tahun," kata Zulfan.
Para terdakwa bersama penasihat hukumnya akan mengajukan nota pembelaan pada sidang lanjutan pekan depan. Darwis, penasihat hukum untuk Deni Okto, Raziati dan Syahrial, mengatakan tidak melihat unsur kerugian negara yang dituduhkan kepada kliennya. Bahkan, katanya, negara yang menikmati hasil pekerjaan itu.
Mengenai denda Rp4 miliar, Darwis mengatakan tidak perlu dibayar. Sebab, negara tidak mengalami kerugian. “Denda itu kalau ada kerugian. BPKP sudah menghitung sebelumnya dan ini sudah sesuai semua yang dikerjakan,” ujarnya.
Kasus itu berawal dari surat Wali Kota Banda Aceh kepada Gubernur Aceh pada tahun 2013. Wali Kota waktu itu meminta bantuan pembelian mobil damkar yang memiliki tangga dan berteknologi modern.
Pada tahun anggaran 2014, Pemerintah Aceh melalui DPKA melakukan pengadaan mobil damkar yang memiliki tangga 30 meter. Anggaran pengadaan mencapai Rp17,5 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh. Pelaksanaan pengadaan mobil diduga menyimpang dari spesifikasi harga; seharusnya pabrikan namun dalam prosesnya diduga rakitan.