Mantan Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur Dituntut 5 Tahun Bui
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA.co.id – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana selama lima tahun penjara terhadap mantan Atase Imigrasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, Dwi Widodo.
Selain itu, Dwi juga diganjar supaya membayar denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Kami menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa KPK Arif Suhermanto membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jl. Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Oktober 2017.
Bukan cuma pidana penjara dan denda, Dwi Widodo, juga dituntut membayar uang pengganti sebanyak Rp535 juta dan 27.400 ringgit Malaysia.
"Menghukum terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara, yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi," kata Jaksa Arif.
Dalam pertimbangannya, jaksa menilai perbuatan Dwi tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Dwi dinilai menyalahgunakan kewajiban untuk melakukan kejahatan.
Selain itu, menurut jaksa, motif dari kejahatan yang dilakukan Dwi dilandasi keinginan untuk memeroleh kekayaan untuk diri sendiri, keluarga atau orang lain dengan memanfaatkan jabatannya.
Menurut jaksa, Dwi terbukti menerima suap Rp524 juta dan voucher hotel senilai Rp10 juta. Uang itu diberikan sebagai imbalan atau fee atas pengurusan calling visa.
Dwi memiliki kewenangan dalam melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen atau persyaratan terhadap warga negara asing yang mengajukan calling visa di KBRI Kuala Lumpur. Para pemohon merupakan warga asing yang berasal dari negara-negara rawan.
Tak hanya itu, jaksa menyebut Dwi menerima uang dari Satya Rajasa Pane yang seluruhnya berjumlah 63.500 ringgit Malaysia. Uang tersebut diberikan sebagai fee pembuatan paspor dengan metode Reach-Out.
Dalam jabatannya, Dwi juga memiliki kewenangan untuk menentukan disetujui atau tidak permohonan pembuatan paspor untuk para tenaga kerja Indonesia di Malaysia.
Namun, saat penyidikan, staf KBRI menyerahkan sebagian uang ringgit Malaysia yang diterima dari Dwi kepada KPK.
Dwi dinilai oleh jaksa melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.