Perwakilan Aksi 299 Akan Temui Komisi II DPR
- Istimewa
VIVA.co.id – Sebanyak 15 perwakilan massa aksi 299 pada Jumat 29 September 2017, akan menemui anggota DPR RI komisi II. Nantinya, delegasi perwakilan aksi ini akan menyampaikan aspirasinya terkait aksi yang dilakukan.
"Ada 15 delegasi kami yang akan diterima perwakilan DPR," kata Ketua Presidium Alumni 212, Slamet Maarif dalam konfrensi pers di Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 27 September 2017.
Slamet mengatakan, dalam waktu tiga hari pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak DPR, agar menerima perwakilan massa aksi. "Sudah tiga hari ini, kami sudah berkoordinasi untuk menerima kami. Responsnya, pihak DPR akan bantu mengumpulkan anggota Komisi II untuk menerima kami," ujarnya.
Nantinya, dalam pertemuan tersebut para perwakilan massa aksi akan memberikan petisi menolak Perppu Ormas dan menolak bangkitnya PKI.
"DPR adalah rumah rakyat tempat saluran aspirasi rakyat yang dilindungi perundang undangan dan memiliki kewenangan untuk menerima, atau menolak Perppu. Maka dalam koridor inilah Presidium alumni menggunakan hak politiknya untuk protes dan menyatakan pendapat, serta mendesak DPR RI agar menolak Perppu no 2 tahun 2017 tentang pembubaran Ormas," ujarnya.
Ia menambahkan, dalam aksi 299 akan diisi oleh menyanyikan lagu Indonesia Raya, Pembacaan Tilawah Alquran, dan orasi tokoh-tokoh. Dengan adanya aksi ini, ia berharap, agar DPR RI menolak Perppu Ormas pada sidang paripurna yang dilakukan pada Oktober mendatang.
"Saya harap, DPR menolak. Karena, kita lihat banyak anggota DPR banyak menolak, tapi karena partai mendukung jadi abu-abu. Tapi kalau umat melakukan desakan, kemungkinan akan berubah dan ini kita harapkan," katanya.
Jika nantinya tidak penolakan dari anggota DPR RI, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan melakukan aksi kembali dalam sidang paripurna. "Kita lihat perkembangannya, apakah akan dilakukan aksi saat paripurna nanti. Ketika ada indikasi diterima, akan kami undang kembali di aksi berikutnya," ujarnya.
Desakan penolakan terhadap Perppu Ormas, lanjutnya, karena dengan adanya Perppu Ormas berpotensi mengkerdilkan demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. "Perppu ini pula berpotensi melahirkan kekuasaan yang otoriter dan melahirkan kezaliman bagi ormas yang ada," ujarnya.
Menurut Slamet, jika Perppu ini dipaksakan menjadi undang-undang, dikhawatirkan berpotensi menjadi alat pembungkaman ormas-ormas Islam yang berbeda pandangan dengan pemerintah tanpa melalui jalur Pengadilan.