Nyinyir Jenderal Gatot Nurmantyo Ditujukan ke Siapa?
- Antara Foto/ M Agung Rajasa.
VIVA.co.id – Kabar pengadaan lima ribu pucuk senjata membuat gerah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Ini menjadi kali kedua, mantan Kepala Staf Angkatan Darat ini bikin heboh dengan pernyataan terbukanya di depan publik.
Ihwal pertama, berkaitan dengan pembelian Helikopter AgustaWestland-101 untuk Angkatan Udara. Maklum, pesawat mahal ini secara 'mendadak' muncul dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista).
Hingga akhirnya terkuaklah ada praktik korupsi dalam pengadaan pesawat yang dilaporkan telah dibeli seharga Rp783 miliar melalui kesepakatan perjanjian pembelian antara TNI AU dan PT Diratama Jaya Mandiri.
Muncul seteru dalam perkara ini. Gatot selaku Panglima malah tak tahu apa-apa soal pesawat ini. Serupa juga dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu yang seharusnya menjadi pengambil keputusan pembelian.
FOTO: Pemeriksaan korupsi pengadaan Helikopter AW 101 di Lanud Halim Perdana Kusumah
Di DPR, kedua petinggi militer ini pun saling angkat tangan. "Saya tidak atur anggaran AU, AD, AL. Angkatan langsung tanggung jawab Kemhan, tidak melalui Panglima. Ini pelanggaran hierarki karena kami tidak membawahi angkatan," ujar Gatot di DPR, awal Februari 2017.
"Uangnya dari Setneg. Jadi Menteri Pertahanan enggak tahu apa-apa," ujar Ryamizard di waktu yang sama.
Kala itu, dasar Gatot adalah Permenhan Nomor 28 tahun 2015 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Pertahanan Negara. Dia menyebut ketentuan inilah yang kini membuatnya tak bergigi sehingga mahfum kemudian jika Gatot buta soal Alustsista yang masuk.
Lalu, bak sejalan dengan keinginan Jokowi yang sudah sedari awal sudah mewanti-wanti soal aroma korupsi Alutsista. TNI pun melakukan investigasi atas pengadaan helikopter tersebut.
Hasilnya mengejutkan, dibantu oleh KPK, akhirnya didapatilah lima perwira TNI dan seorang sipil pun yang menjadi tersangka. Negara ternyata dirugikan senilai Rp224 miliar dari Helikopter AW-101.
FOTO: Ketua KPK Agus Rahardjo, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan KSAU Marsekal TNI Hadi Tjahjanto saat mengumumkan tersangka korupsi Helikopter AW-101
Pembelian alutsista yang dikomandoi oleh Kementerian Pertahanan ini pun akhirnya mengumbar busuk ke publik. Sementara hubungan Gatot dan Ryamizard pun disebut-sebut makin panas.
Ini dibuktikan dengan instruksi Wakil Presiden Jusuf Kalla yang langsung meminta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto untuk menjembatani komunikasi keduanya.
"Aturannya kembali antara Panglima, Menhan dan Menko-nya. Diperintahkan Menkopolhukam untuk memperbaiki komunikasi," kata JK.
Hingga kemudian muncul ihwal kedua, yakni ketika Gatot kembali mengumbar pernyataan soal informasi intelijen kepada sejumlah purnawirawan soal rencana pembelian 5.000 pucuk senjata di luar militer.
Isyarat kegeraman Jenderal Gatot langsung bisa terbaca ketika kita mendengar runut kalimat yang disampaikannya. Meski tak menyebut siapa yang kini mendadak membeli senjata baru ini.
Namun Gatot sepertinya terlanjur naik pitam. Itu ditunjukkannya dengan kalimat akan 'menyerbu' kepada institusi yang telah membeli senjata di luar militer atau Polri tersebut.
"Jadi kalau suatu saat kami menyerbu, Pak, itu karena tidak boleh di NKRI ada institusi yang memiliki senjata selain TNI dan Polri," ujar Gatot dalam rekaman yang beredar dan belakangan telah diakuinya sebagai suaranya, Jumat, 22 September 2017.
Tak lama setelah Gatot mengumbar informasi itu, tiba-tiba Polri langsung mengunggah informasi di akun Instagram resminya soal rencana pembelian senjata ke Pindad.
Lalu kemudian dibenarkan oleh Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, yang akhirnya mengungkap ada rencana pembelian 15 ribu pucuk senjata untuk Sabhara dan Polantas.
"Dari Pindad hanya sanggup 5 ribu pucuk. Sehingga kami yang 10 ribu pucuk harus dicari dari luar negeri. Itu sedang dilaksanakan," ujarnya.
Begitu pun dengan Menkopolhukam Wiranto. Dua hari berselang pernyataan Gatot beredar massal, pria yang pernah menjadi pasangan Jusuf Kalla dalam Pemilu Legislatif 2009 ini pun mengumumkan klarifikasi.
Ia mengklaim telah berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara dan mendapati informasi bahwa memang ada pengadaan senjata baru. Namun bukan 5.000 pucuk, tapi berjumlah 500 pucuk dan diperuntukkan kepada petugas BIN.
"Senjata yang dibeli bukan standar TNI, tapi buatan Pindad dan bukan buatan luar negeri," ujar Wiranto mengklarifikasi.
Apa pun itu, yang pasti kini akhirnya muncul dua informasi berbeda. Pertama dari Wiranto soal senjata baru milik BIN berjumlah 500 pucuk, dan satu lagi dari Polri sebanyak 15 ribu pucuk, namun baru tersedia 5.000 pucuk.
Disadari atau tidak, pernyataan Gatot memang akhirnya menyulut pernyataan lain, dan 'lucunya' tak ada yang seragam. Lalu untuk siapa nyinyir Jenderal Gatot ini ditujukan?