Pesan Apa di Balik Isu '5.000 Senjata' Gatot Nurmantyo
- VIVA.co.id/ Anwar Sadat
VIVA.co.id – Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyentil soal pengadaan 5.000 senjata api tanpa sepengetahuannya. Dalam pernyataannya di hadapan purnawirawan militer, panglima bahkan memastikan bahwa informasi itu bukan palsu.
Hal itu juga dibenarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto. Hanya saja Wiranto mengklarifikasi jumlah senjatanya tak sebanyak informasi yang diterima Gatot.
"500 pucuk senjata buatan Pindad, yang diperuntukkan bagi sekolah intelijen BIN," ujar Wiranto dalam konferensi persnya, Minggu, 24 September 2017.
"Senjata yang dibeli bukan standar TNI. Tidak perlu minta izin ke Mabes TNI, tapi cukup Mabes Polri dan itu sudah dilakukan."
FOTO: Presiden Joko Widodo saat melakukan pemeriksaan kepada pasukan TNI beberapa waktu lalu
Di luar itu, pernyataan Gatot Nurmantyo itu terlanjur menuai polemik. Lulusan akademi militer tahun 1982 yang pernah menjadi KSAD ini dianggap bermanuver politik.
"Panglima TNI sedang mencari momentum untuk memperkuat profil politik bagi dirinya," kata Direktur Setara Institute Hendardi dalam siaran persnya, Senin, 25 September 2017.
Tak cuma itu, Gatot juga dianggap mempertontonkan hal yang tidak etis dilakukannya. Salah satunya yakni dengan membocorkan informasi intelijen.
"Tugas intelijen adalah hanya mengumpulkan data dan informasi untuk user-user-nya, yakni Presiden," ujarnya.
FOTO:Â Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo, KSAD Jenderal TNI Mulyono, KSAL Laksama TNI Ade Supandi dan KSAU Marsekal TNI Hadi Tjahjanto di makam Jendral Besar Soedirman, Selasa (19/9/2017)
Lain hal pandangan dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini berpendapat bahwa tidak ada yang salah dengan pernyataan Gatot Nurmantyo.
Sebab bisa jadi ada pesan lain di balik pernyataan soal 5.000 senjata tersebut. "Dalam hal ini saya anggap Panglima tidak berpolitik. Kenapa? Karena kalau dia ngerti politik, dia enggak akan begini," ujarnya.
"Ini kan hanya apa yang dia dengar dari bawahannya saja dan itu warning yang harus kita catat begitu."
Sementara itu, pengamat terorisme Universitas Indonesia Diyauddin berpendapat bahwa rencana pengadaan senjata oleh BIN adalah sesuatu yang wajar.
Ia menilai bahwa BIN dilindungi oleh Undang Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara. Dalam tugasnya intel memiliki peran untuk mengumpulkan informasi berupa potensi ancaman terhadap keamanan negara.
Baik itu berupa ancaman kekerasan yang menggunakan senjata, serta ancaman lain. "Intelijen itu dilatih dan dibekali ilmu bela diri dan penggunaan senjata dalam pendidikan. Jadi sebatas pengetahuan, dan (senjata api) alat untuk membela diri," katanya.