Lahan Diserobot, Repatrian Suriname Mengadu ke DPD
- VIVA.co.id/Andri Mardiansyah
VIVA.co.id - Sejumlah warga Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, mengadukan kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI tentang lahan mereka yang diserobot sebuah perusahaan.
Mereka adalah repatrian asal Suriname, Amerika Selatan. Orang-orang itu sebetulnya dari Jawa yang dibawa Belanda ke Suriname untuk dipekerjakan di perkebunan. Mereka berhasil pulang ke Tanah Air pada 1953, namun tidak kembali ke Jawa. Pemerintah menempatkan mereka dan memberikan lahan produktif seluas 2.500 hektare di Pasaman Barat.
Lahan mereka disewa sebuah perusahaan pada 1987. Warga seharusnya mendapatkan uang sewa itu tetapi kenyataannya tak pernah. Perusahaan itu belakangan malah mengajukan izin pengelolaan lahan sehingga warga menganggap perusahaan telah menguasai lahan.
DPD telah membentuk tim untuk menyelidiki pengaduan itu. Tim terdiri lima anggota yang membidangi Badan Akuntabilitas Publik DPD. Mereka kemudian bertemu sejumlah pejabat Pasaman Barat, antara lain Bupati, Kepala Polres, dan tokoh masyarakat.
"Berdasarkan aspirasi yang diterima DPD, sejumlah upaya yang sudah dilakukan oleh masyarakat tersebut sama sekali tidak membuahkan hasil. Mereka sudah beberapa kali demo, sudah buat laporan ke polisi, namun sama sekali belum ada tindak lanjut," kata Emma Yohana, seorang anggota DPD RI, di Padang pada Jumat, 15 September 2017.
Proses penguasaan tanah masyarakat repatrian Suriname dan transmigran itu, kata Emma, sarat rekayasa dan pelanggaran hukum. Bahkan, kemungkinan proses itu juga dilakukan dengan cara-cara yang tidak benar seperti dengan melakukan pembodohan, penipuan, dan pemalsuan.
"DPD RI dalam hal ini, akan terus mengawal dan menyelesaikan persoalan sengketa lahan ini. Karena ini menyangkut kelangsungan hidup ratusan kepala keluarga masyarakat repatrian Suriname di Kabupaten Pasaman Barat ini," ujarnya.
Kronologi
Pada 1987, ketika banyak lahan telantar akibat pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia selama 1957 sampai 1959, datang sebuah perusahaan bernama PT Tunas Riba Raya (PT TRR). Perusahaan itu menyewa lahan warga repatrian Suriname untuk ditanami ubi dengan sistem sewa lahan Rp15.000 per hektare untuk setiap kali panen.
Namun setelah masa panen tiba, PT TRR mangkir dari perjanjian awal dan sama sekali tidak memberikan uang sewa sebagaimana yang sudah disepakati sebelumnya. Pada tahun 1988, lahan yang tadinya ditanam ubi lantas diratakan dan diganti dengan tanaman sawit.
PT TRR juga mengajukan surat izin prinsip pengembangan lahan coklat seluas 300 hektare. Dalam surat izin itu, tertera jelas bahwa lahan akan dimanfaatkan untuk tanaman coklat, namun kenyataannya ditanami sawit. (ren)