Tiga Postingan yang Bikin Asma Dewi Dibekuk Polisi
VIVA.co.id – Asma Dewi ditetapkan tersangka kasus ujaran kebencian Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA). Setidaknya ada tiga unggahan di media sosial dari Asma Dewi yang mengandung unsur ujaran kebencian.
Hal itu diungkapkan kuasa hukum Asma Dewi, Djuju Purwantoro, dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Kamis, 14 September 2017.
Djuju menjelaskan, unggahan pertama yang membuat Asma Dewi tersangkut kasus, ketika menuliskan soal vaksin campak yang diimpor pemerintah Indonesia dari China.
"Dia katakan ya itulah kalau vaksin atau virus dari China, hanya China itu saja yang dipersoalkan. China siapa? Orang, golongan atau kelompok? Ya negara China bukan dari India bukan dari Thailand," ujar Djuju.
Unggahan kedua, yang membuat Asma tersangkut pidana ketika mempersoalkan ucapan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman. Ketika itu, sang Menteri menanggapi soal mahalnya harga daging.
"Pernah dengar Mentan katakan, harga daging mahal kalau merasa mahal makan jeroan saja, pernah dengar? Yang nyatakan bukan Bu Asma, tapi Mentan. Kok masyarakat makan jeroan kenapa enggak Menterinya makan jeroan," ujarnya.
Selanjutnya, unggahan ketiga yaitu soal negara Singapura yang diajarkan tulisan sanskerta. Berbeda dengan Indonesia, yang diajarkan dalam kurikulum pendidikan justru bahasa China.
"Ada tulisan sanskerta, postingnya negara Singapura diajarkan sansekerta. Kenapa di Indonesia diajarkan bahasa China, China lagi," ucapnya.
Menurut Djuju, unggahan yang ditulis kliennya mayoritas terjadi 2016. Dia heran unggahan tersebut justru dipermasalahkan sekarang.
Lagipula tiga unggahan yang dianggap memuat ujaran kebencian, tidak memenuhi unsur pidana. Pasalnya tidak ada kebencian yang ditebar Asma Dewi dari setiap unggahan yang ditulis.
"Menurut kami apa yang diposting itu tidak mengandung unsur kebencian. Kalau pasal 28 ayat 2 kalau dikaitkan dengan menyebarkan menginformasi melalui medsos yang mengakibatkan, frasa mengakibatkan harus ada unsur SARA, yang merasa dirugikan atau merasa dibenci yang menjadi ujaran kebencian," katanya.
Ia pun meminta pihak kepolisian fokus mendalami kasus ujaran kebencian bukan menyebar ke masalah diduga terlibatnya kliennya di kelompok Saracen.
"Itu yang harus difokuskan kepolisian sehingga tidak menyebar ke mana-mana yang belum tentu kebenarannya, karena klien kami tidak pernah melakukan itu," katanya. (ase)