Dalam 9 Bulan, 1,48 Ton Narkoba Masuk ke Indonesia

Kepala BNN Budi Waseso bersama Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi dan Kapuspen TNI Mayor Jenderal TNI Wuryanto di gedung BNN, Selasa (12/9/2017).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Galih Pradipta

VIVA.co.id – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencatat ada 1,48 ton narkoba yang telah masuk ke Indonesia dan itu hanya dalam rentang waktu sembilan bulan, yaitu selama Januari-September 2017.

Kerja Sama Bea Cukai-Polri Bongkar Kasus Narkotika di Perairan Aceh Tamiang

Dari jumlah barang bukti yang berhasil diamankan itu, sebanyak 712 kilogram diantaranya adalah narkoba jenis sabu-sabu. "(Dari) Penindakan terhadap 178 kasus," ujar Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi di kantor Badan Narkotika Nasional, Selasa, 12 September 2017.

Sayangnya, Heru enggan merinci detail berapa jumlah tersangka yang telah terjerat dalam ratusan kasus tersebut. Ia hanya berharap agar publik bisa berpartisipasi lebih aktif soal peredaran narkoba tersebut.

207 Kg Sabu dan 90 Ribu Ekstasi Jaringan Malaysia Dijual dengan Modus Jual Beli Mobil

Baca Juga:

4 Nelayan Ditembak Polisi Ketahuan Bawa 18 Kg Sabu dan 86.500 Butir Ekstasi di Asahan

Di Indonesia, sejak pemerintah mengumumkan perang terhadap para bandar narkoba, selain eksekusi mati upaya yang dilakukan adalah menembak mati para bandar narkoba.

Instruksi itu telah disampaikan Presiden Joko Widodo kepada seluruh petugas kepolisian atau pun BNN. "Sudahlah tegasin saja. Terutama pengedar narkoba asing yang masuk kemudian melawan, sudah langsung ditembak saja," kata Jokowi akhir Juli lalu.

Sejauh ini, data dari Amnesty International Indonesia, memang tercatat ada 76 kasus kematian para bandar narkoba usai instruksi itu disampaikan Jokowi.

Kematian itu bahkan terjadi hanya dalam rentang waktu delapan bulan dengan total 11 orang warga negara asing, yakni dari China, Hongkong, Malaysia, Taiwan, Nigeria dan Afrika Selatan. 

"Kami menuntut polisi untuk tidak memprioritaskan tembak mati dalam penanganan narkoba karena berpotensi melangkahi proses hukum," ujar peneliti Amnesty International Indonesia Bramantya Parahyangan, Senin, 11 September 2017. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya