LPSK Perjuangkan Besaran Kompensasi Korban Teroris
- VIVA.co.id/Anwar Sadat
VIVA.co.id – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK menyoroti nasib para korban tindak pidana terorisme. Sampai saat ini tak satu pun korban terorisme mendapatkan kompensasi dari pemerintah. Padahal aturan mengenai kompensasi tersebut telah ada sejak 15 tahun lalu.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, institusinya terus berusaha untuk membantu korban terorisme mendapatkan haknya. Namun hal tersebut kerap menemui kendala seperti tidak dimasukkannya tuntutan kompensasi oleh tim Jaksa dalam beberapa persidangan.
"Aturan kompensasi sudah ada sejak 15 tahun lalu. Tetapi sampai saat ini belum ada kompensasi yang berhasil diberikan kepada korban. Kompensasi harus terus diperjuangkan sebagai wujud kehadiran negara bagi korban" kata Semendawai di Kantor LPSK Cijantung, Jakarta Timur, Kamis 7 September 2017.
Semendawai mengatakan, aturan terkait kompensasi terhadap korban telah diatur dalam Perppu Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Terorisme. Namun sejauh ini proses kompensasi sering kali tak terlaksana akibat belum adanya aturan yang mengatur tata cara pelaksanaannya.
"Ini tentu sangat menyulitkan. Karena selain menjadi korban dari tindak pidana teroris, para korban juga masih kesulitan mendapatkan haknya," ujarnya.
LPSK, kata Semendawai, terus bekerja sama dengan pihak lainnya untuk memenuhi hak para korban. Salah satunya yaitu bekerja sama dengan Densus 88 Mabes Polri untuk menentukan besaran kompensasi korban teroris. Ia memandang pentingnya sinergitas antar lembaga dalam pemenuhan hak korban.
"Sinergitas itu penting, dari Jaksa Agung juga kemarin ada surat kepada seluruh Jaksa agar kompensasi dimasukkan dalam setiap tuntutan. Itu dapat mendorong terwujudnya kompensasi bagi korban teroris. dan hal itu sudah dilakukan dalam tuntutan terdakwa terorisme bom Samarinda di PN Jaktim beberapa waktu lalu," ujarnya.
Menurutnya, saat ini harus ada aturan yang jelas yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan kompensasi. Agar ke depannya tidak ada korban yang kesulitan untuk mendapatkan kompensasi.
LPSK, menurut Semendawai, saat ini telah dilibatkan dalam perumusan RUU pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang baru. Dalam rancangan itu, salah satu poin yang diperjuangkan yaitu pemenuhan hak kompensasi untuk para korban.
"Karena sebagai negara hukum, penting adanya aturan yang menjadi dasar implementasi kompensasi. Karena sebagai hak korban, kompensasi juga menjadi bentuk kehadiran negara dalam penderitaan korban," ujarnya.