Yusril Beberkan Ketimpangan Pemerintah Bubarkan HTI

Kuasa hukum HTI, Yusril Ihza Mahendra, di Mahkamah Konstitusi.
Sumber :
  • VIVA/Eka Permadi

VIVA.co.id – Pengacara Yusril Ihza Mahendra yang menjadi kuasa hukum mantan Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Ismail Yusanto, mengatakan, pernyataan pemerintah terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan atau Perppu Ormas, yang menjadi dasar pembubaran HTI sebagai klaim sepihak. Hal ini mengacu pada keterangan saksi dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Rabu 6 September 2017.

Kombes Ade Ary Ungkap Peran Pelaku Pembubaran Diskusi Refly Harun Cs yang Baru Ditangkap

"Menteri Agama pernah mengatakan kepada publik bahwa mereka pernah bertemu dengan HTI, melakukan suatu dialog. Tapi hal itu tidak pernah terjadi. Yang terjadi adalah justru HTI mengirim surat pada Kemenag minta bertemu dan presentasi," kata Yusril.

Selain itu, menurut Yusril, video durasi dua menit yang diputarkan saat keterangan pemerintah yang disampaikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tidak relevan. Karena dari keterangan saksi terungkap video tersebut merupakan video Muktamar HTI pada Minggu, 2 Juni 2013. 

Guru Besar UMJ Ingatkan Gerakan Pro-Khilafah Masih Eksis di RI dengan Modus Baru

"Jadi kan pada saat itu masih berlaku Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013. Jadi di mana ikhwal kegentingan yang memaksa. Apalagi yang ditayangkan Pak Tjahjo itu kan dibuat tahun 2013. Kan perppu keluar dengan pertimbangan ikhwal kegentingan memaksa, sementara video tahun 2013 dan Perppu 2017. Masa empat tahun baru dikeluarkan," paparnya.

Selain itu, menurut Yusril, banyak fakta persidangan kali ini yang tidak sinkron dengan pernyataan pemerintah, sehingga terlihat pembelaan pemerintah tidak sesuai. 

Menag Yaqut Buka Suara Soal HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII

"Dalam sidang ini kan terungkap fakta. Dijawab oleh saksi, fakta bahwa pemerintah tidak pernah panggil HTI, tidak pernah memberikan surat peringatan, mereka juga tidak pernah dipanggil polisi," ujarnya.

Atas dasar itu, Yusril menganggap pemerintah sewenang-wenang membubarkan HTI. Karena bila mengacu pada Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 maupun Perppu Nomor 2 Tahun 2017, pembubaran ormas harus melalui mekanisme pengadilan dan sebelumnya diberikan peringatan.

"Kalau cukup alasan dan pengadilan oke, dikeluarkan. Kalau enggak, ya enggak. Kalau sekarang kan dibubarin dulu baru melawan ke PTUN. Di sidang MK ini saja HTI tak bisa lagi maju sebagai pihak, makanya pemohonnya diganti jadi Ismail Yusanto. Jadi di situ saja sudah nyata ketimpangan dan ketidakadilannya," tutur Yusril. 

Akibat dari sikap pemerintah yang membubarkan HTI secara sepihak, HTI tidak bisa menggunakan hak atas hukumnya secara utuh. Padahal semua warga negara seharusnya mempunyai hak sama di depan hukum.

"Di PTUN bisa, tapi di MK enggak bisa sebab dianggap organisasi sudah mati. Jadi kalau orang maka dibunuh dulu, lalu sudah mati dia bela diri. Gimana mau bela diri wong dia sudah mati," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya