NU Tetap Tolak Kebijakan Full Day School
- VIVA.co.id/Dwi Royanto
VIVA.co.id - Nahdlatul Ulama mengklarifikasi kabar yang menyebutkan bahwa organisasi itu menerima kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang kewajiban lima hari sekolah atau full day school. Kabar itu muncul setelah dikaitkan dengan Peraturan Presiden tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
NU menegaskan tetap menolak pemberlakuan full day school, sementara kebijakan penguatan pendidikan karakter sebenarnya perkara lain yang tak bisa serta-merta disejajarkan.
Penyelenggaraan penguatan pendidikan karakter, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden, sesungguhnya diutamakan dalam kebijakan enam hari sekolah. Tapi kebijakan itu bisa saja diterapkan pada lima hari sekolah alias full day school, seperti yang digagas Menteri Pendidikan.
"Dalam hal PPK dilaksanakan dengan lima hari sekolah, maka sejumlah syarat harus dipenuhi. Syarat itu meliputi proses dan forum pengambilan keputusannya hingga syarat objektif yang harus dipenuhi," kata Robikin Emhas, Ketua bidang hukum Pengurus Besar NU, melalui keterangan tertulis kepada VIVA.co.id pada Senin, 8 Mei 2017.
"Sesuai janji Presiden," Robikin menambahkan, Perpres PPK (Penguatan Pendidikan Karakter) akan menganulir semua peraturan perundang-undangan yang mengatur hari sekolah yang substansinya bertentangan dengan isi Perpres."
Dia berpendapat, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah otomatis batal demi hukum jika Peraturan Presiden tentang Penguatan Pendidikan Karakter diterbitkan. Alasannya, Peraturan Menteri Pendidikan bersifat imperatif atau wajib, sementara Peraturan Presiden yang lebih tinggi daripada Peraturan Menteri mengatur tentang enam hari sekolah.
"Dengan demikian tidak mungkin NU mendukung FDS (full day school)," kata Robikin.Â
Pernyataan Robikin itu merespons publikasi sejumlah media massa, termasuk VIVA.co.id, yang menyebutkan NU akhirnya menerima kebijakan full day school. Kabar itu bermula dari rencana sang ketua umum Said Aqil Siroj bersama petinggi Muhammadiyah menghadiri agenda Presiden Joko Widodo mengumumkan Peraturan Presiden tentang Penguatan Pendidikan Karakter di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu, 6 September 2017.
Said menjelaskan sekilas isi peraturan presiden itu, pada pokoknya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, tidak boleh mematikan keberadaan madrasah diniyah. (Baca: PBNU Harap Perpres Sekolah Lima Hari Bisa Bantu Madrasah)