GP Ansor: Etnis Rohingya Sasaran Eksploitasi Ladang Migas
- REUTERS
VIVA.co.id – Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) mengutuk keras tragedi kemanusiaan terhadap saudara Muslim etnis Rohingya, di daerah Arakan, Wilayah Rakhine, Myanmar, sejak rangkaian serangan pada tanggal 9 Oktober 2016 hingga saat ini.
GP Ansor mengajak organisasi kepemudaan dan masyarakat Indonesia lainnya, untuk melakukan aksi solidaritas kemanusiaan dan misi bantuan kemanusiaan untuk Muslim Rohingya.
"Kita ini sama satu tujuan untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial serta tentu saja tidak memilih diam terhadap setiap ujaran kebencian, permusuhan dan persekusi terhadap minoritas," kata Wakil Sekjen PP, GP Ansor Mahmud Syaltout dalam keterangan persnya, Senin, 4 September 2017.
GP Ansor menilai bahwa kejadian ini merupakan tragedi kemanusiaan terparah di kawasan Asia Tenggara saat ini, dan menduga keras ini dilakukan oleh tangan negara, baik aparat militer, keamanan, kepolisian maupun pemerintahan Myanmar.
"Setidaknya didasarkan pada laporan pengindraan secara satelit oleh UNOSAT maupun HRW, terdapatnya pola-pola (patterns) serangan terhadap desa-desa etnis Rohingya yang memang telah ditargetkan," ujar Mahmud.
Mahmud mengatakan, GP Ansor mengkaji dengan seksama, khususnya secara geopolitik mengapa terjadi insiden serangan dengan menargetkan wilayah-wilayah yang dihuni etnis Rohingya pada tahun 2013, kemudian 2016 dan semakin menguat di tahun 2017 ini dengan intensifikasi jumlah korban dan jenis kekejian yang dilakukan.
Termasuk laporan UN Office of the High Commissioner for Human Rights (OHCHR) - 2017 maupun laporan-laporan dari lembaga yang dipercaya lainnya, di mana diketahui 60 ribu lebih etnis Rohingya merasa nyawanya terancam pergi menyelamatkan diri dari daerah konflik.
"Ribuan lebih korban telah tewas dibunuh secara keji, ribuan orang pula telah dihilangkan secara paksa," kata dia.
Dari laporan itu, 64 persen dari etnis Rohingya melaporkan pernah mengalami penyiksaan secara fisik maupun mental, 52 persen perempuan Rohingya melaporkan mengalami pemerkosaan dan/atau pelecehan seksual lainnya yang mengerikan.
Masih ditambah lagi dengan penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang sekaligus penyiksaan selama penahanan terhadap ribuan warga Rohingya, perusakan maupun penjarahan terhadap rumah, harta benda, makanan dan sumber makanan warga Rohingya secara masif, serta pengabaian maupun ketiadaan perawatan kesehatan terhadap para korban.
Eksploitasi Migas
Disamping itu, menurut Mahmud, konflik geopolitik berdarah di daerah Arakan-Rakhine, yang dihuni mayoritas etnis Rohingya, diduga kuat didasarkan pada perebutan secara paksa tanah dan sumber daya, khususnya minyak dan gas di wilayah Arakan-Rakhine.
Etnis Rohingya yang tinggal di daerah Arakan-Rakhine menjadi sasaran khusus operasi terselubung apropriasi kapital dan sumber daya secara biadab dan terencana, menyasar praktik dan simbol agama serta membenturkan antar umat beragama.
"Termasuk di dalamnya dengan melakukan pembakaran Alquran, pemerkosaan di Masjid, mempersenjatai dan memprovokasi warga Rakhine untuk juga melakukan persekusi terhadap minoritas Rohingya," papar Mahmud.
GP Ansor lanjut Mahmud, menyadari penyelesaian kasus Rohingya akan menjadi sulit, terlebih melihat banyaknya pihak, negara dan korporasi yang berkepentingan terhadap penguasaan aset, kapital maupun sumber daya di daerah-daerah di mana etnis Rohingya tinggal.
Tragedi kemanusiaan ini semakin sulit diselesaikan, mengingat selain Myanmar, negara-negara di ASEAN, Thailand, Malaysia, Singapura dan Brunei juga memiliki perusahaan nasional yang beroperasi dan berproduksi di daerah konflik geopolitik tersebut.
Disisi lain, situasi pemeluk agama mayoritas yang sebenarnya moderat, memilih diam dan bukan melawan saat terjadi persekusi terhadap kaum minoritas etnis Rohingya. "Aung San Sukyi, sang penerima Nobel Perdamaian, hanyalah contoh paling memuakkan dari diamnya mayoritas," tegasnya.
Kendati demikian, posisi Indonesia yang cenderung netral dari kepentingan geopolitik di wilayah tersebut, harus lebih aktif bersuara dan cenderung memimpin aliansi mitra dialog dan diplomasi hak asasi manusia di kawasan. Apalagi, konstitusi Indonesia menghendaki agar penindasan di muka bumi harus dihapuskan.
"Tentu saja dengan kesadaran agar konflik geopolitik di Myanmar itu tidak 'diimpor' ke negeri kita," kata dia.
Berikut Potensi Migas Myanmar:
 1). Pipa gas (mulai beroperasi 1 Juli 2013, dengan kapasitas 193,6 juta kubik kaki per hari) dan pipa minyak (mulai beroperasi 1 Desember 2013 dengan kapasitas 400 ribu barrels per hari) dari Kyauk Phyu ke perbatasan China sepanjang 803 km - yang dikelola oleh konsorsium bersama dengan komposisi kepemilikan saham 50,9 % CNPC (China), 25,04% Daewoo International (Korea), 8,35% ONGC (India), 7,37% MOGE (Myanmar), 4,17% GAIL (India) dan 4,17% investor-investor swasta lainnya;
2). Pipa gas (mulai beroperasi 1 Juli 2013, dengan kapasitas 105,6 juta kaki kubik per hari) dari Shwe ke Kyauk Phyu sepanjang 110 km - yang dikelola oleh konsorsium bersama dengan komposisi kepemilikan saham 51% Daewoo International (Korea), 17% ONGC (India), 15% MOGE (Myanmar), 8,5% GAIL (India) dan 8,5 KOGAS (Korea);
3). Blok-blok minyak dan gas di Semenanjung Rakhine di mana Daewoo International (Korea), ONGC (India), MOGE (Myanmar), GAIL (India), KOGAS (Korea), Woodside Petroleum (Australia), CNPC (China), Shell (Belanda/Inggris), Petronas (Malaysia), MOECO (Jepang), Statoil (Norweigia), Ophir Energy (Inggris), Parami Energy (Myanmar), Chevron (Amerika Serikat), Royal Marine Engineering (Myanmar), Myanmar Petroleum Resources (Myanmar), Total (Prancis), PTTEP (Thailand) dan Petronas Carigali (Malaysia) beroperasi dan berproduksi, di mana daerah tersebut dilaporkan memiliki cadangan terbukti sebesar 7,836 triliun kaki kubik gas dan 1,379 milyar barel minyak - yang beberapa blok di antaranya berproduksi sejak 2013, ditawarkan tahun ini sebagai temuan baru, dan beberapa blok lainnya jatuh tempo kontraknya tahun 2017 ini; dan
4). Blok-blok minyak dan gas di daratan Arakan di mana North Petro-Chem Corp (China), Gold Petrol (Myanmar), Interra Resources (Singapura), Geopetrol (Prancis), Petronas Carigali (Malaysia), PetroleumBrunei (Brunei), IGE Ltd. (Inggris), EPI Holdings (Hongkong/China), Aye Myint Khaing (Mynmar), PTTEP (Thailand), MOECO (Jepang), Palang Sophon (Thailand), WIN Resources (Amerika Serikat), Bashneft (Russia), A1 Construction (Myanmar), Smart Technical Services (Myanmar), Myanmar Petroleum Resources (Myanmar) dan ONGC (India) beroperasi dan berproduksi, di mana daerah tersebut dilaporkan memiliki cadangan terbukti sebesar 1,744 triliun kaki kubik gas dan 1,569 miliar barel minyak-yang beberapa blok di antaranya jatuh tempo kontraknya pada tahun 2017 ini.