Menilik Perseteruan Brigjen Aris Budiman Vs Novel Baswedan
- Antara
VIVA.co.id – Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Brigjen Polisi Aris Budiman memenuhi undangan Pansus Angket DPR, Selasa malam, 29 Agustus 2017. Kedatangan Brigjen Aris mengejutkan, karena memang tanpa restu pimpinan KPK. Pasalnya, pimpinan KPK sudah melarang jenderal polisi itu datang ke DPR.
Ditemui usai 'menghadap' Pansus DPR, Brigjen Aris menegaskan dia tak bisa dilarang untuk tidak memenuhi panggilan DPR. Kendati sebelum kehadirannya ke DPR, Aris mengaku sudah mengirimkan surat elektronik berisi pemberitahuan ke pimpinan KPK.
"Via email saya sudah laporkan, saya akan menghadap, saya akan datang. Saya tidak bisa dilarang," ujar Aris di DPR, Selasa malam.
Selama di ruang Pansus, Brigjen Aris membeberkan banyak terkait 'dapur' KPK. Namun, satu hal yang paling disoroti Pansus DPR adalah soal perseteruannya dengan penyidik senior KPK, Novel Baswedan.
Perseteruan itu diklaim Aris bermula ketika ia mengusulkan untuk merekrut penyidik dari Polri dengan pangkat perwira menengah minimal Komisaris Polisi (Kompol). Namun, ada kelompok penyidik di KPK yang menentang usulan tersebut.
Puncaknya, selain ditentang, Brigjen Aris mengaku mendapat serangan kepada pribadinya melalui email pada 14 Februari 2017, yang mengatasnamakan 'Wadah Pegawai'. Isi pesan itu menyerangnya secara personal. "Tentu saya marah, tersinggung, terhina, dikatakan saya tidak berintegritas," ujarnya.
Ia kemudian melaporkan email yang mengatasnamakan 'Wadah Pegawai' itu ke pimpinan KPK.
Awalnya, Aris tak menyebutkan siapa sosok penyidik KPK yang kerap menentangnya itu. Ia menegaskan bahwa yang dimaksud menentang bukan berarti menentang di forum terbuka dan terang-terangan. Tapi, lebih kepada berbeda konsep dan ide.
Menurutnya, memang ada beberapa orang di KPK yang bisa mempengaruhi kebijakan pimpinan."Orang-orang ini powerfull, saya tidak bisa sebut nama tapi bapak sendiri bisa memahami itu. Ada orang yang bisa mempengaruhi kebijakan direksi," kata Aris di depan anggota DPR.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Junimart Girsang, lantas berupaya menebak penyidik KPK yang disebut Aris kerap menentangnya adalah Novel Baswedan. Dan, Aris tak membantahnya. "Betul," jawab Aris.
Penyusup
Menengok ke belakang. Perseteruan Brigjen Aris Budiman dan Novel Baswedan ini memang sempat ramai diekspose media. Pada akhir Maret 2017 lalu, Novel dikabarkan mendapat surat peringatan kedua (SP2) dari pimpinan KPK. Tapi, masalahnya berbeda dari yang disampaikan Aris Budiman di depan anggota Pansus DPR. [Baca: Novel Baswedan dapat Surat Peringatan dari Pimpinan KPK]
SP2 itu dilayangkan karena Novel yang merupakan Ketua Wadah Pegawai KPK, memprotes kebijakan Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Aris Budiman yang meminta kepada Pimpinan KPK supaya Kasatgas Perkara di KPK dipegang oleh penyidik yang berasal dari Polri, bukan berasal dari rekrutmen KPK sendiri atau biasa dikenal penyidik independen.
Novel protes karena posisinya sebagai Kasatgas korupsi e-KTP terancam digantikan oleh penyidik Polri berpangkat Kombes. Novel berdalih, untuk menjadi Kasatgas di KPK harus melewati serangkaian prosedur yang sudah ada, termasuk soal integritas dan kapabilitasnya sebagai penyidik.
Kolega Novel, yang juga penyidik senior di KPK, Christian, mengendus gelagat adanya penyusupan di KPK, sehingga rekannya yang saat ini mengemban tugas penting menjadi Kasatgas kasus e-KTP ingin dilengserkan.
"Ini enggak benar, apa alasanya memberikan SP2 ini? Ini sesuatu yang tendesius, dan ada orang yang ingin KPK jadi lemah ketika orang-orang yang ada di dalamnya didorong dengan hal-hal seperti ini," kata Christian saat dihubungi akhir Maret 2017 lalu.
Christian mendukung langkah Novel yang memprotes kebijakan tersebut. Menurutnya, Kasatgas Perkara di KPK mengemban amanah besar yang seharusnya sudah berpengalaman di KPK. Bukan orang yang baru direkrut dari Polri, kemudian tiba-tiba dijadikan Kasatgas.
Dia pun mengaku kecewa dengan keinginan Direktur Penyidikan KPK yang ingin memasukkan Kasatgas dari anggota Polri berpangkat AKBP dan Kombes, tanpa prosedur yang telah ada. Ia tak bisa membayangkan bila kebijakan ini diterapkan.
Disinggung apa dampaknya bila kebijakan Dirdik KPK itu diterapkan, Christian dengan tegas menyebut akan rentan terjadinya kebocoran rahasia. "(Rentan) bocor," ujarnya.