Istri Munir Sebut Mahkamah Agung Hambat Kasus Suaminya
- VIVA.co.id / Eduward Ambarita
VIVA.co.id – Suciwati, istri dari aktivis Hak Asasi Manusia, Munir Said Thalib, menyatakan kekecewaannya terhadap Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan kasasi atas informasi dokumen yang disusun Tim Pencari Fakta.Â
Kasasi yang diajukan lantaran pemerintah mengajukan banding atas dokumen pembunuhan Munir tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN Jakarta, terkesan menghilangkan tugas negara menyampaikan kepada publik terhadap kasus tersebut.Â
Sebab, pengusutan kasus Munir termuat dalam Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta.Â
"Mendesak Presiden Joko Widodo, untuk memerintahkan Menteri Sekretaris Negara maupun jajarannya mencari dokumen TPF Munir yang merupakan dokumen penting kenegaraan yang seharusnya disimpan," kata Suciwati dalam menyampaikan keterangan pers di kantor Kontras, Jalan Kramat II No. 7, Jakarta Pusat, Rabu, 16 Agustus 2017.Â
Suciwati mengatakan, penolakan kasasi yang diajukan pemerintah pun dianggap lemah dan tak prosedural. Hal itu terlihat dari putusan yang hanya disebarluaskan melalui website MA tanpa diberitahu kepada Kontras selaku pemohon kasasi.Â
Ditambahkan Suciwati, putusan Majelis Hakim kasasi disebut tak kredibel dalam memutus sengketa informasi publik. Padahal, dokumen TPF Munir pernah diserahkan oleh Presiden tertanggal 24 Juni 2005 kepada Kementerian Sekretariat Negara untuk diarsipkan.Â
"Ketika MA melalui putusannya telah memaklumi kelalaian administratif dan budaya transparansi pemerintah," ujarnya.Â
Ia pun mendesak Mahkamah Agung untuk memberitahukan secara resmi kepada publik putusan lengkap hasil kasasi atas hasil rekomendasi penyelidikan pembunuhan Munir kepada pemerintah
"Kalau lembaga sangat penting itu menghilangkan ini, hal yang paling menyedihkan dan dipertontonkan masyarakat banyak," ujarnya.Â
Dalam keterangan persnya, Suciwati turut didampingi sejumlah organisasi seperti Kontras, LBH Jakarta, Omah Munir, Imparsial, Setara Institute, Amnesty Internasional Indonesia, dan YLBHI.Â
Mereka menganggap, Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi justru gagal menggunakan kewenangannya mengoreksi pemerintah. "Kami menganggap putusan ini memutus harapan bahwa MA dapat membuka kembali kesempatan mengungkap kasus Munir," ujarnya.Â