Jubir: KPK Tak Pernah Sebut Johannes Marliem Saksi Kunci
- ANTARA/Wahyu Putro A
VIVA.co.id – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, menegaskan KPK tidak pernah menyebut Johannes Marliem sebagai saksi kunci kasus korupsi e-KTP. Johannes dilaporkan meninggal di rumahnya di Amerika Serikat, Rabu pekan lalu. Ia merupakan salah satu pengusaha yang bergerak di sektor IT, yang ikut mengerjakan proyek e-KTP.
"KPK tidak pernah menyampaikan itu (Johannes Marliem saksi kunci). Bahwa itu berkembang di luar, di luar kontrol KPK," kata Febri kepada tvOne, Senin 14 Agustus 2017.
Febri memastikan kasus kematian Johannes Marliem tidak mengganggu penyidikan kasus korupsi e-KTP. Menurutnya, ada 110 saksi yang telah dihadirkan ke persidangan korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Dari 110 saksi yang dihadirkan, tidak ada saksi Johannes Marliem.
"KPK punya bukti untuk membuktikan korupsi e-KTP," ujar Febri.
Mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) itu menambahkan, penentuan status seseorang sebagai saksi kunci dan mendapatkan perlindungan dari KPK tidak sembarangan. Status saksi kunci juga tidak bisa diberikan karena desakan lembaga lain atau pihak-pihak tertentu.
Sebab, ada mekanisme yang harus ditempuh, antara lain saksi tersebut harus memberikan keterangan yang informasinya signifikan mengungkap kasus ini. Informasi itu akan dikroscek oleh penyidik untuk mengukur validitasnya.
"Kalau ada ancaman-ancaman, baru paket perlindungan saksi dan korban itu akan dilakukan," tuturnya.
Sementara itu, dari keterangan Johannes Marliem, KPK lanjut Febri, belum mendapatkan informasi sangat signifikan dari yang bersangkutan.
Untuk diketahui, Johannes Marliem merupakan provider produk Automated Finger Print Identification System (AFIS) merek L-1 yang akan digunakan dalam proyek e-KTP. Saat wawancara dengan salah satu media nasional, beberapa waktu lalu, Marliem mengaku memiliki bukti-bukti terkait kasus e-KTP.
Dia bahkan mengklaim satu-satunya saksi perkara e-KTP yang memiliki rekaman hasil pembicaraan para pihak yang terlibat, selama empat tahun menggarap proyek e-KTP.
Pada perkara ini, tim KPK sebelumnya telah mendatangi Marliem dua kali di Amerika. Namun, Marliem menolak untuk diperiksa, kecuali diberikan penggantian akibat kerugian dialaminya terkait proyek e-KTP.