MK Tolak Konsultasi Demokrat Soal Uji Materi UU Pemilu
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono, mengatakan MK tidak bisa menerima konsultasi dari Partai Demokrat soal pembahasan Undang-undang Pemilu yang rencananya akan diuji materi ke MK. Fajar menegaskan, MK tidak boleh menemui pihak-pihak yang berpotensi berperkara.
"MK tidak bisa (menerima konsultasi) karena secara institusi memang tidak boleh, baik yang menerima humas atau bagian MK lainnya itu juga tidak boleh. Kalau konsultasi sebatas mekanisme hukum, seperti persiapan berkas atau kapan mulai sidang biasanya diterima di bagian penerimaan perkara," ujar Fajar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu, 2 Agustus 2017.
Fajar menambahkan, pihak yang mengajukan uji materi harus bisa meyakinkan hakim soal kedudukan hukum mereka. Sebab, melihat sejumlah putusan di MK, permohonan uji materi yang diajukan partai politik banyak tak bisa diterima karena tidak memiliki kedudukan hukum yang sah. Â
Semisal, permohonan uji materi UU Parpol tentang kepengurusan parpol yang diajukan tim advokasi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kamal. Saat itu, MK tak menerima permohonan lantaran Kamal sebagai Kepala Departemen Advokasi DPP PPP dirasa tak punya kedudukan hukum.
"Sedangkan PPP kan ikut serta ambil bagian dalam pembentukan UU itu. Jadi oleh MK dipertimbangkan pemohon tidak memiliki legal standing," ucap dia.
Sebelumnya diberitakan, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan, Rabu, 2 Agustus 2017 siang mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK).
Kedatangan Hinca bersama dengan pengacaranya guna menindaklanjuti disahkannya Undang-undang Pemilu 2019 yang memuat ketentuan Presidential Threshold (PT) 20 persen. Ia hendak berkonsultasi perihal pengajuan permohonan uji materi ke MK, khususnya uji materi terhadap Undang-undang Pemilu yang disetujui oleh DPR pada 21 Juli 2017 lalu.
"Posisi kami tetap seperti kemarin untuk melakukan upaya hukum yang tersedia, yaitu uji materi ke MK. Karena sampai hari ini kami belum dapat informasi yang valid undang-undang tersebut sudah ditandatangani Pak Jokowi apa belum. Yang seharusnya juga ditempatkan di lembaran negara, baru bisa disidangkan ke MK, karena objek sengketanyaundang-undang itu sendiri," ujar Hinca di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu 2 Agustus 2017. (ase)