Tak Terlibat Sindikat Penipu Asal China, 5 WNI Dipulangkan
- VIVA.co.id/Eduward Ambarita
VIVA.co.id – Aparat Kepolisian telah memulangkan lima warga negara Indonesia (WNI) yang turut diringkus dalam penggerebekan kasus kejahatan siber asal Tiongkok di tiga lokasi, Jakarta, Surabaya dan Bali. Kelima WNI itu dilepaskan usai ditahan di rumah tahanan Polda Metro Jaya.
"Kami pulangkan (lima WNI)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Selasa 1 Agustus 2017.
Dia menyampaikan alasan kelima WNI dipulangkan karena dianggap bukan sebagai operator dari aksi kejahatan siber. Kelimanya, kata Argo hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan sopir yang mengantar para warga negara China tersebut jalan-jalan.
"Itu ada yang kami amankan, pembantu cuci pakaian, membantu masak, bersih-bersih rumah, kemudian kalau Sabtu-Minggu kan ada waktu weekend ada yang sopirin daripada orang orang asing ini muter-muter kotanya," kata dia.
Dalam penggerebekan yang dilakukan secara serentak di Jakarta, Surabaya dan Bali pada Sabtu 29 Juli kemarin. Tim gabungan Bareskrim Polri dan Polda Metro menangkap 148 warga asal Tiongkok. Dari penggerebekan itu, polisi turut meringkus lima WNI.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Fadil Imran menyampaikan ratusan warga asal Tiongkok yang direkrut untuk melaksanakan aksi kejahatan siber mendapatkan gaji sebesar Rp40 juta perbulan.
"Mereka akan bekerja di sini digaji Rp40 juta sebulan. Mereka kerja untuk menjadi operator telekomunikasi," kata Fadil, Senin 31 Juli 2017 kemarin.
Fadil juga menyampaikan berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kepolisian Tiongkok, keuntungan yang ditaksir dari para pelaku selama menjalankan aksinya di Indonesia hampir mencapai Rp6 triliun rupiah.
Calon korban yang disasar para sindikat penipuan internasional ini adalah pejabat negara dan pimpinan perusahaan swasta di Tiongkok. Setelah mendapatkan data adanya pelanggaran hukum, mereka kemudian melancarkan aksinya dengan meneror para pejabat setempat dengan berpura-pura sebagai aparat penegak hukum.
"Informasi yang kami terima adalah antara aset dengan jenis perusahaannya itu tidak berimbang antara kegiatan dan asetnya itu yang menjadi celah mereka masuk," kata dia.
Namun, Fadil tak bisa menjelaskan secara rinci perihal dugaan perkara para pejabat Tiongkok yang dimanfaatkan para sindikat ini untuk melakukan pemerasan. "Saya nggak tahu, apakah korupsi atau apa tapi dari informasi dari pendapatan dan kegiatannya tidak berimbang," kata Fadil. (mus)