Fatwa MUI: Pembakaran Hutan Haram
- VIVA.co.id/Bimo Aria
VIVA.co.id - Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa haram terkait kasus pembakaran hutan yang dianggap telah merugikan banyak pihak. Fatwa tersebut dilontarkan menyusul adanya permintaan dari pemerintah.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am Sholeh, saat ditemui usai menghadiri milad MUI ke-42 di Depok, Jawa Barat, Kamis, 27 Juli 2017. Selain telah mengeluarkan fatwa, MUI juga turut aktif melakukan sosialisasi di sejumlah titik yang dianggap rawan terjadi pembakaran hutan.
"Masalah kebakaran hutan, Kementerian Kehutanan telah meminta fatwa pada kami bagaimana mekanisme penyelesaiannya. Nah, itu seolah enggak kebayang kan, akan tetapi ada dimensi keagamaan yang kemudian bisa jadi etos untuk melakukan perubahan, baik itu di tingkat cara pandang masyarakat maupun penguatan kebijakan," katanya.
Asrorun menjelaskan, kebakaran hutan terjadi karena dua faktor, yakni alam dan unsur kesengajaan. Fatwa ini sengaja dikeluarkan untuk menanggulangi terjadinya perilaku yang dianggap merugikan banyak pihak.
"Pada prinsipnya hutan dan kekayaan alam lain itu diciptakan untuk kepentingan kemaslahatan manusia. Karenanya, kita bertugas untuk mengelolanya untuk kepentingan kemaslahatan. Akan tetapi pengelolaannya harus dalam koridor, baik itu koridor keagamaan maupun koridor hukum," ujarnya.
Adapun isi fatwa tersebut, lanjut Asrorun, tidak boleh merambah hutan sembarangan dan tidak boleh mengeksplor yang bukan haknya. Kemudian ketika mengeksplorasi pun harus mempertimbangkan aspek kelangsungan ekologis, keseimbangan ekologis dan mencegah musibah yang ditimbulkan.
"Pembakaran hutan yang menyebabkan kerugian, baik itu kerugian jiwa maupun material yang sifatnya besar maka itu hukumnya haram," tutur Asrorun.
Karena itu, lanjut dia, pemerintah merasa perlu mengambil langkah-langkah untuk memastikan pemanfaatan hutan dan juga lingkungan untuk kepentingan kemaslahatan masyarakat secara luas, tidak hanya berputar pada komunitas kecil saja yang memiliki modal kuat.
Kemudian di dalam proses pengelolaan harus mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat sekitar jangan sampai menimbulkan kesenjangan antara pengusaha dan masyarakat sekitar.
"Pemerintah juga harus tegas melakukan penindakan terhadap pengusaha yang mengambil jalan pintas dengan cara membakar hutan untuk membuka lahan," ujarnya.