Satgas Pangan Temukan 41 Kasus Beras Oplosan
VIVA.co.id – Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto, mengatakan Satgas Pangan mencatat telah menemukan sebanyak 250 masalah kasus pangan yang terjadi di Indonesia. Dari jumlah itu yang paling banyak yaitu soal masalah beras.
"Komoditi beras yang banyak masalah ada sekitar 41 kasus beras dengan berbagai modus oplosan dan kemudian (dicampur) kapur putih," kata Komjen Ari Dono Sukmanto di Ombudsman RI, Jalan Rasuna Said Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Juli 2017.
Ari Dono menjelaskan, kasus beras yang ditangani Satgas Pangan diantaranya di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Salah satu yang cukup menyedot perhatian publik ketika Satgas Pangan melakukan penggerebekan perusahaan beras di PT Indo Beras Unggul (IBU), di wilayah Bekasi, Jawa Barat.
Dari hasil penelusuran itu, Satgas menemukan adanya kejanggalan-kejanggalan di lapangan baik soal harga dan isi dari kemasan beras baik merek 'Ayam Jago' maupun beras merek 'Maknyuss' milik PT IBU tersebut.
"Ada sekian merek ada merek yang beda dalam tampilan kemasan atau label, biasanya ada tampilan komposisi, ini dua jenis merek. Nah, dua merek ini kita teliti sumbernya dari mana, rupanya ada gudang di Bekasi," katanya.
Namun, sebelum jajaran Satgas Pangan melakukan penggerebekan gudang beras PT. IBU di Bekasi, Kepolisian melakukan uji laboratorium kandungan beras dan ditemukan ada perbedaan hasil uji laboratorium dengan isi label beras tersebut.
"Baru kita melangkah, (ditemukan) ada punya PT. IBU. PT. IBU dengan jumlah besar kita akan melakukan penghitungan berapa jumlah, kita police line supaya tidak bergerak dulu supaya tidak ikut campur," ujar mantan Kapolda Sulteng ini.
Dalam gudang beras milik PT. IBU itu ditemukan ada 1.161 ton, makanya dari Satgas Pangan melaporkan kepada Kapolri dan melakukan langkah tindak lanjut penyidikan.
"Kita temukan dua bukti permulaan cukup, bahwa di lapangan ada suatu peristiwa pidana yang kita tingkatkan pada penyidikan tadi. Dari aturan yang dinilai masalah harga kemudian ada juga ketidaksesuaian antara sampul dengan hasil uji laboratorium," paparnya.