Berapa Jumlah Napi Teroris di Indonesia
- REUTERS/ Ulises Rodriguez
VIVA.co.id – Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) mencatat ada ratusan teroris yang kini telah menjalani hukuman penjara di Indonesia.
Data terakhir hingga tahun 2017, tercatat saat ini ada 271 narapidana teroris yang kini ditahan di 68 lembaga pemasyarakatan dan satu rumah tahanan di Indonesia.
Ratusan teroris itu, menurut Kepala BNPT Suhardi Alius, dikelompokkan dalam empat tingkatan radikalisme yang dianutnya.
"Pertama inti, kedua militan, ketiga supporter dan keempat simpatisan," ujar Suhardi dalam acara Mukernas Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Jakarta, Kamis, 20 Juli 2017.
Baca Juga:
- Sejak 2016 Teroris Lupakan Telegram, Mengapa Baru Diblokir
- Teroris Lone Wolf Bisa Lahir dari Ponsel Canggih
Dikatakannya, untuk level pertama yakni anggota teroris inti saat ini berjumlah 45 orang. Mereka yang dikategori ini umumnya menolak didekati dan bekerjasama dengan pemerintah.
"Maman Abdurrahman dan Abu Bakar Baasyir masuk di level satu," ujar Suhardi.
FOTO: Ustad Abu Bakar Baasyir, pendiri Majelis Mujahidin Indonesia dan Jamaah Ansharut Tauhid
Sedangkan untuk level kedua atau dalam kategori militan, Suhardi menyebut saat ini ada 55 orang, dan kini telah berhasil dilakukan pendekatan oleh pemerintah.
Kemudian level ketiga yakni supporter berjumlah 86 orang, mereka cenderung kooperatif dan mau didekati oleh pemerintah. Dan yang terakhir adalah level keempat atau simpatisan, saat ini berjumlah 34 orang. Mereka yang di level ini kini telah bersedia bekerja bersama pemerintah dan mau mengikuti program pemerintah.
Umumnya, kata Suhardi, mereka yang berada di level empat, akan ditempatkan pemerintah untuk membantu penanganan mereduksi pemahaman soal terorisme. Mereka pun sering dilibatkan menjadi pembicara di even nasional maupun internasional.
"Ada 70 lebih dan sudah ikut sama kita jadi narasumber," ujarnya.
Suhardi tak menampik jika pelibatan mantan teroris dalam menekan paham terorisme sempat mendapat pertanyaan. Namun demikian, bagi Suhardi, hal itu tak perlu dipermasalahkan.
"Dari pada saya jadi narasumber disebut thogut, mending mereka mantan teroris yang sudah pasti agama lebih tinggi dan sudah berpengalaman," ujarnya.