Tiga Pasal Perppu Ormas Digugat ke MK
- VIVA.co.id/Agus Rahmat
VIVA.co.id – Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Nusantara ikut mengajukan gugatan terhadap Perppu Nomor 2 Tahun tentang Ormas. Penerbitan Perppu dinilai sebagai pengingkaran hak asasi manusia dan demokrasi Indonesia.
Kuasa Hukum Aliansi Nusantara, Wahyu Nugroho mengatakan Presiden Joko Widodo gagal paham atas terbitnya Perppu Ormas.
"Kami melihat adanya gagal paham dari presiden atas terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas UU No.17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan," kata Wahyu di kantor Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis, 20 Juli 2017.
Wahyu mengatakan, ada beberapa pasal yang dipersoalkan sehingga diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi mengenai Perppu ormas tersebut.
Menurutnya, Perppu Ormas itu bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 1 ayat 2, Pasal 1 ayat 3, Pasal 28, dan Pasal 28D ayat 1.
"Kami menilai Perppu ini dalam Pasal 61, Pasal 62 dan Pasal 82A merupakan Pasal jantung, keseluruhan Perppu ormas bertentangan dengan UUD 1945," ujarnya.
Kata dia, dalam Pasal 61 dan 62 dinyatakan terkait masalah sanksi administratif yaitu pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum oleh menteri terkait yakni Menkumham. Pasal ini menafsirkan perbuatan ormas manapun yang dianggap menyimpang menurut pemerintah, maka secara sepihak akan dicabut status badan hukumnya tanpa didahuli proses pengadilan.
"Perbuatan ini menunjukan ketidaktatoran negara terhadap ormas, lebih membahayakan daripada rezim Orde Lama dan Orde Baru," katanya.
Kemudian, dia berpendapat bahwa Perppu ormas yang mengatur ketentuan pidana dianggap aneh. Hal itu tertera dalam Pasal 82A ayat 1 dan 2.
Intinya, bahwa setiap anggota atau pengurus ormas yang dengan sengaja secara langsung atau tak langsung dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan, paling lama 1 tahun. Sedangkan, pada ayat 2 dijelaskan, pidana dengan seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun.
"Berdasarkan pembentukan peraturan perundang-undangan, Perppu materi muatannya tidak berisi ketentuan pidana. Ketentuan pidana hanya ada pada UU dan peraturan daerah," ujarnya.