Bisnis Daging Anjing Bali Lebih Menakutkan dari China

Salah seorang penjaja sate daging anjing di Bali yang menjual dagangannya di kawasan objek wisata Bali.
Sumber :
  • VIVA.co.id/AnimalAustralia.org

VIVA.co.id – Sebuah lembaga perlindungan hewan asal Australia, AnimalAustralia.org, menggalang kampanye penghentian praktik perdagangan daging anjing di Pulau Bali.

Viral Ratusan Burung Pipit Mati Mendadak di Bandara Ngurah Rai Bali, Ternyata Ini Penyebabnya

Dalam investigasi mereka sejak beberapa bulan lalu, lembaga ini menemukan bahwa pembunuhan anjing di Bali sudah dalam kondisi mengkhawatirkan, setidaknya ada 100 ribu ekor anjing disembelih secara brutal setiap tahunnya.

"Tujuh kali lebih banyak dibanding Festival Yulin, memakan daging anjing yang terkenal di China," tulis lembaga ini dikutip dari laman mereka, Kamis, 13 Juli 2017.

Intip Pesona Hotel di Bali ini yang Raih Penghargaan Hotel Berkelanjutan Terbaik

Dari investigasi juga, lembaga ini kemudian menemukan sejumlah pedagang daging anjing menjajakan usaha mereka dalam bentuk sate anjing.

Makanan berupa daging yang ditusuk bambu itu pun marak ditawarkan kepada sejumlah turis yang berada di Bali. "Para turis tertipu. Penjual daging tidak segan membohongi wisatawan agar dagingnya bisa terjual cepat," tulis AnimalAustralia.

Bule Rusia Dideportasi, Overstay hingga Tak Bayar Tagihan RS Rp 33 Juta di Bali

Pemerintah Provinsi Bali, sejak awal Juli lalu mengklaim telah mendapatkan informasi itu. Karena itu, mereka pun langsung melakukan pemeriksaan ke sejumlah objek wisata untuk memburu para pedagang sate anjing.

"Hingga hari ini kami belum pernah melihat orang yang menawarkan sate anjing kepada para turis," ujar Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali I Putu Sumantra seperti dikutip dari laman resmi Pemprov Bali, baliprov.go.id.

Menurutnya, isu yang beredar soal sate anjing marak di objek wisata membuat citra wisata di Bali terganggu. "Saya khawatir ada maksud-maksud tertentu di balik tindakan penyebaran informasi ini (sate anjing)" ujarnya.

Sementara itu, dalam sebuah forum pertemuan Responding to The Dog Meat Trade yang digelar Selasa, 11 Juli 2017 di Bali, memastikan bahwa mengonsumsi daging anjing dalam persepektif masyarakat Bali bukanlah tradisi.

Itu sudah tertuang dalam filosofi Tri Hita Karana, telah disebutkan bahwa seyogyanya manusia diharapkan mampu membina hubungan yang baik antara lingkungan dan isinya, termasuk anjing.

"Secara filosofis masyarakat Bali tidak mengonsumsi daging anjing karena pemeliharaan anjing pada umumnya berkaitan dengan sosial budaya," ujar Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Pengolahan dan Pemasaran Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali IKG Nata Kusuma dilansir dalam laman baliprov.go.id, Kamis, 13 Juli 2017. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya