Jawa Tengah Akan Evaluasi Sistem Rayonisasi PPDB
- VIVA.co.id/Dwi Royanto
VIVA.co.id - Sistem rayonisasi yang diterapkan pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2017 membuat sejumlah SMA/SMK di Jawa Tengah kekurangan murid. Kondisi itu pun banyak dikeluhkan sejumlah pengelola sekolah.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo akan mengevaluasi sistem baru itu, terutama terkait imbas dari kebijakannya. Ia menyebut kebijakan pusat memang banyak membuat kegagalan terpenuhinya kuota penerimaan siswa baru di sejumlah daerah.
"Pasti kita evaluasi, mulai dari PPDB online dan soal rayonasi, nanti kita cari yang terbaik. Kita akan review (kaji ulang) rayon sesuai jarak dari sekolah atau sesuai wilayah pemerintahan," kata Ganjar di Magelang pada Rabu, 12 Juli 2017.
Secara prinsip, menurut Ganjar, spirit penerapan sistem rayonisasi adalah agar tidak ada pengelompokan siswa di sekolah yang dianggap favorit. Tapi sistem itu kini justru banyak berimbas pada penumpukan siswa di sekolah tertentu.
Problem itu, katanya, banyak terjadi sekolah-sekolah baru yang waktu yang dibangun dulunya mengelompok. Maka solusinya harus ada kesepakatan zonasi yang tidak melulu di satu daerah.
"Harus ada pola zonasi yang bisa mengakomodasi. Ada benarnya kemarin yang tinggalnya di Kabupaten Semarang tapi tempat tinggalnya lebih dekat ke Salatiga, mungkin radius-radius seperti itu meski dapat toleransi," katanya.
Keluhan lain, sejumlah sekolah swasta yang melayangkan protes karena merasa ditinggal dan merasa kesulitan mendapat siswa. Gubernur mendorong agar siswa tetap melakukan pendaftaran.
"Sekolah swasta saja sudah banyak yang protes ke saya: 'Lho, kok, semua dimudahkan begini, kami dapat siswa dari mana'. Makanya kita akan evaluasi," ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Gatot Bambang Hastowo, menyebut sistem zonanisasi dalam penerimaan siswa baru sangat berdampak bagi sekolah yang berlokasi di kota-kota kecil. Sedikitnya empat daerah di Jateng yang terimbas, yakni Salatiga, Tegal, Magelang dan Pekalongan.
Minimnya jumlah siswa baru, Gatot menganalisis, karena di daerah itu hanya terdapat beberapa kecamatan. "Ada 90 persen sekolah yang tidak mampu mencukupi kuota penerimaan siswa baru. Daya tampung mereka kebanyakan masih kurang," katanya.
Tahun depan, Dinas Pendidikan akan mengubah kuota penerimaan siswa baru khusus di empat daerah itu. "Yang tadinya yang hanya tujuh persen, tahun mendatang jadi lebih," kata Gatot.