Polisi Ogah Usut Video Ndeso Kaesang Dinilai Sudah Tepat

Kaesang Pangarep.
Sumber :
  • Repro Youtube

VIVA.co.id – Kepolisian nampaknya tidak akan melanjutkan laporan kasus dugaan penodaan agama serta ujaran kebencian berbau SARA yang dituduhkan Muhammad Hidayat S kepada putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep.

Kaesang Targetkan Herman Deru Dapat Menang Telak di Pilkada Sumatera Selatan

Polisi menganggap, laporan Hidayat terkait ujaran Kaesang dalam video blog (vlog) yang dimuat dalam akunnya di YouTube tidak memenuhi unsur pidana. Sehingga laporan tersebut dianggap polisi hanya mengada-ada.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi Widodo Eddyono, menilai langkah Polri yang tidak melanjutkan kasus ini sudah tepat. Karena, bila kasus ini dilanjutkan, ICJR khawatir akan berdampak pada institusi Kepolisian.

Blusukan ke Pasar Badung Bareng Cagub Bali, Kaesang: Saya Titip Pilih yang Gundul

"Jangan sampai Polisi terjebak dalam kasus yang sesungguhnya tak perlu diproses lebih lanjut," kata Supriyadi dalam keterangan pers yang diterima VIVA.co.id, Kamis, 6 Juli 2017.

Menurut Supriyadi, memproses kasus seperti ini akan memberikan anggapan bahwa seluruh bentuk kritik dan ekspresi bisa dianggap sebagai ujaran kebencian. Hasilnya, akan ada iklim ketakutan dalam bereskpresi dan menyampaikan pendapat.

KPK Putuskan Numpang Jet Pribadi Kaesang bukan Gratifikasi

Disamping itu, melanjutkan kasus ini berakibat serius terhadap penambahan beban dan tugas dari aparat penegak hukum. Fokus dari penegak hukum akan terpecah untuk menangani kasus yang sesungguhnya tidak perlu untuk diproses.

"Polisi punya beban lebih besar untuk menyelesaikan kasus lain yang memiliki gravitasi kejahatan lebih serius," ujarnya.

Sementara itu, Pengajar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Ganjar Laksmana, mengatakan kasus pencemaran nama baik, penghinaan, penodaan agama atau tindak kejahatan sejenisnya, merupakan delik aduan yang sifatnya subyektif. Siapa pun yang merasa dihina bisa melapor ke penegak hukum.

"Ini kan sifatnya subyektif, yang dihina mungkin tidak masalah, tapi temennya protes tidak terima, lapor," kata Ganjar saat dihubungi VIVA.co.id, Kamis siang.

Senjata Pamungkas

Tapi, pada praktiknya, pelaporan atas kasus-kasus tersebut semakin marak. Bahkan, semakin tidak jelas batasan kalimat atau pernyataan yang disebut penghinaan atau penodaan. Oleh karena itu, dalam beberapa kesempatan, Ganjar bersama para ahli bahasa berupaya mempersempit kalimat atau pernyataan yang masuk dalam kategori pidana.

"Jadi, kalimat menghina harus dengan kata-kata denotatif (makna sebenarnya), bukan konotatif. Kita nggak bisa menghina dengan kiasan, harus tegas (dengan kalimat yang menghina/ negatif)," ujar dia.

Sedangkan untuk ujaran 'Ndeso' dalam vlog Kaesang di Youtube, Ganjar berpendapat bahwa pernyataan itu belum tentu bentuk hinaan atau penodaan. Sebab, kata 'Ndeso' bisa bermakna kiasan (konotatif), yang merujuk pada sifat merendah.

"Lihat di medsos, banyak orang ngaku-ngaku 'Ndeso'. Itu kan positif, artinya merendah. Bukan merendahkan orang tapi seakan-akan orang biasa," terang Ganjar.

Baginya, kasus ini harus menjadi pembelajaran semua pihak agar tidak mudah melaporkan orang lain, terlebih motifnya politik. Sejatinya, proses hukum harus dijadikan sebagai ultimum remidium atau  senjata pamungkas manakala cara-cara lain sudah mampu ditempuh.

"Jangan sedikit-dikit lapor. Kalau ada sarana lain gunakan sarana itu, jangan dikit-dikit gunakan sarana hukum pidana karena itu tidak menyenangkan. Kalah jadi abu menang jadi arang," tegasnya. (ren)

Jokowi blusukan bareng paslon nomor urut 2 Respati-Astrid di Pasar Klitikan Notoharjo, Semanggi, Solo

Jokowi dan Kaesang Turun Gunung 'Kampanyekan' Paslon Respati-Astrid di Pasar Klitikan Solo

Kehadiran Jokowi disambut antusias para pedagang Pasar Klitikan Notoharjo.

img_title
VIVA.co.id
14 November 2024