Kisah Juru Kunci Makam Permaisuri Hamengkubowono V di Manado
- VIVA.co.id/Agustinus Hari
VIVA.co.id - Misteri makam permaisuri dan putra mahkota Sri Sultan Hamengkubowono V yang dibuang di Manado, Sulawesi Utara, perlahan mulai terkuak.
Mohammad Albuchari (80), juru kunci makam yang 20 tahun menjaganya, menceritakan tentang keberadaan makam Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga.
Pria yang tinggal di Lorong Pondol Manado, lokasi tinggal permaisuri dan putranya mengatakan, dua orang penting Keraton Yogyakarta itu dibuang ke Manado oleh pemerintah kolonial Belanda.
"Di sini (Pondol) mereka tinggal," ujar Mohammad di kediamannya Lorong Pondol, Kelurahan Wenang Selatan, Kecamatan Wenang, Manado, pada Rabu, 5 Juli 2017.
Mohammad Albuchari, juru kunci makam permaisuri dan putra mahkota Sri Sultan Hamengkubowono V di Manado, Sulawesi Utara. (VIVA.co.id/Agustinus Hari)
Menurut pria keturunan Kiai Mojo (kaki tangan sekaligus penasihat utama Pangeran Diponegoro) dari Kampung Jawa Tondano (Jaton) di Kabupaten Minahasa ini, Kampung Pondol dahulu terletak tepat di tepi Pantai Manado. Namun setelah pengembangan pantai melalui reklamasi pada akhir 1990-an, lokasi itu berubah menjadi pusat perbelanjaan megah.
"Kampung Pondol ini dulunya terbagi dua. Yang pertama, Pondol Keraton sebagai tempat tinggal Kanjeng Ratu Sekar Kedaton, dan yang kedua Pondol Raden Mas," kata pria enam anak itu.
Di Kampung Pondol Raden Mas itu, berdiri salah satu masjid tertua di Kota Manado. Tepat di belakang masjid, sebuah rumah sederhana ditempati Albuchari bersama keluarganya.
"Ayah saya, Abdurahman Albuchari, adalah keturunan salah satu pengikut Kiai Mojo, yakni Kiai Guzali. Namun karena mewarisi garis keturunan dari nenek, marga Guzali hilang, dan kami menggunakan Albuchari," ujarnya.
Saat Kanjeng Ratu Sekar Kedaton masih hidup, Abdurahman Albuchari yang pindah dan bermukim di Manado adalah orang yang menarik iuran dari para penghuni di Kampung Pondol Keraton dan Pondol Raden Mas. Ayahnya juga sempat jadi juru kunci makam.
"Ada semacam keraton kecil di Pondol ini, karena di sana ada para bangsawan. Selain Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan putra mahkota Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga, ada juga kaum bangsawan dari Keraton Surakarta dan kerajaan di Palembang," katanya.
Kompleks permukiman Pondol Keraton dan Pondok Raden Mas sempat hancur ketika pasukan Sekutu memborbardir markas pertahanan Jepang di Manado.
Bekas perang yang tersisa adalah bom yang kini tertimbun proyek reklamasi. Sementara, di kompleks permukiman Pondol Keraton dan Pondok Raden Mas tersisa sejumlah rumah tua peninggalan keluarga bangsawan.
Mohammad mengatakan, keturunan Putra Mahkota Kesultanan Yogyakarta itu kemudian mendiami kawasan kampung Pondol. "Tetapi kemudian dari mereka ada yang kembali ke Jawa."
Saat Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan putra mahkota Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga dibuang ke Manado, turut serta sejumlah pengawal dan keluarga dekat mereka.
"Putra Mahkota meninggal terlebih dahulu di tahun 1901, sementara permaisuri Kanjeng Ratu Sekar Kedaton menyusul di tahun 1918," ujarnya.
Kompleks tempat tinggal permaisuri dan putranya terletak di Kelurahan Mahakeret Barat, Kecamatan Wenang, berjarak sekitar 400 meter dari rumah Mohammad. Ia sudah menjadi juru kunci yang merawat kompleks pekuburan itu selama 20 tahun.
Rotinsulu, warga di Lorong Pondol, ikut membenarkan kompleks mereka tempat tinggal permaisuri dan putranya. "Dari cerita orangtua kami, memang benar. Pak Haji Mohammad itu penjaga kubur. Dia tahu semua soal kisah permaisuri dan anaknya," katanya.
Mohammad juga mengisahkan, dalam kurun waktu itu ada banyak keluarga keturunan putra mahkota Gusti Kanjeng Pangeran Ngalaga yang datang berziarah.
"Mereka juga memberikan bantuan untuk perawatan kompleks pemakaman. Banyak dari mereka yang sukses bekerja di Jawa," ujarnya.
Awalnya kompleks pemakaman itu terbagi menjadi tiga, yakni untuk etnis Borgo (blasteran Minahasa, Belanda, Spanyol), Cina, dan Jawa. Kemudian, pekuburan Cina dibongkar dan dibangun Persekolahan Kristen di bagian tengah.
"Kompleks Pemakaman Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan putra mahkota Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga tetap dibiarkan berdiri karena dianggap merupakan keturunan Keraton," kata Mohammad.
Sejak beberapa tahun terakhir, Mohammad tidak lagi memegang kunci kompleks pemakaman. Kunci itu sudah diserahkan ke salah satu mantan abdi dalem Kanjeng Ratu Sekar Kedaton, yakni Sukardi Soepredjo.
Sukardi adalah ayah mantan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Yastie Soepredjo, yang kini menjabat Bupati Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.
"Beberapa waktu lalu ada keluarga keturunan Sri Sultan Hamengkubuwono V yang datang, namun mereka tidak bisa ke makam, karena kuncinya ada pada Sukardi, yang saat itu lagi di Bolaang Mongondow mengikuti pelantikan anaknya sebagai bupati," katanya.
Mohammad mengaku, selama menjadi juru kunci belum ada pihak Keraton Yogyakarta yang datang berkunjung ke kompleks pemakaman itu. Begitu pula saat Sultan Hamengkubuwono X (raja yang bertakhta sekarang) dan istri berkunjung ke Sulawesi Utara pada 30 Juni-2 Juli 2017 untuk mengikuti Gebyar Ketupat dan Munas Keluarga Jaton di Minahasa. (mus)