BKSDA Lalai Tertibkan Daging Piton di Supermarket Manado
- VIVA.co.id/Agustinus Hari
VIVA.co.id - Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara, Agustinus Rante Lembang, mengaku kesulitan menertibkan penjualan ular piton yang kian marak.
"Memang ular piton bukan hewan yang dilindungi, jadi tidak masalah untuk dijual. Tapi ada aturan dan mekanisme penjualan. Jujur saja kami mengakui kesulitan menertibkan penjual ular," kata Agustinus di Manado, Selasa 4 Juli 2017.
Tak hanya Supermarket Transmart Manado. Ternyata di IndoGrosir juga menjual daging hewan melata ini lebih vulgar karena tidak dalam kemasan.
Ia menjelaskan semenjak kasus penjualan ular piton (ular patola sebutan orang Manado) di Supermarket Transmart Manado, tim BKSDA Sulawesi Utara langsung menurunkan tim dan mengecek, termasuk Indo Grosir sudah dikirimkan surat pemberitahuan.Â
"Ternyata sejak masalah ini heboh Sabtu lalu di media sosial, pihak Transmart Manado sudah tak menjual. Tapi yang IndoGrosir masih menjual. Nanti kami akan pantau lagi," katanya.
Menjual ular piton, katanya, dibolehkan asalkan melapor kepada BKSDA Sulawesi Utara. "Karena ada kuota penjualan yakni seratus ekor saja untuk tahun 2017 dengan ukuran ular 2,4 meter. Jadi bukan asal-asalan menjual ular," ujarnya.
BKSD sudah menyampaikan kepada Supermarket Indo Grosir untuk tidak menjual satwa liar yang melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar.
"Pasal 19 ayat 1 bahwa perdagangan jenis tumbuhan dan satwa liar hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha yang didirikan sesuai hukum Indonesia sesuai rekomendasi menteri. Ayat 2 penjualan dalam skala terbatas dapat dilakukan masyarakat yang tinggal dalam dan sekitar areal baru di taman buru sebagaimana atur dalam perundang-undangan tentang perburuan satwa buru," ujar Agustinus.
Bagi badan usaha yang menjual, wajib memiliki tempat dan penampungan tumbuhan dan satwa liar sesuai ketentuan teknis. "Termasuk menyampaikan laporan tahunan soal penjualan ular tadi," katanya.
Jika ada badan usaha yang tak memenuhi aturan akan dikenakan denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp10 juta atau pembekuan usaha selama dua tahun. "Hanya saja meski penjualan ular piton marak di Sulut sejak beberapa tahun lalu, tidak ada penjual yang melapor kepada kami. Maka perlu sosialisasi lagi seperti di Pasar Ekstrim Tomohon yang menjual bebas," ujarnya.
Dikecam Warganet
Ramai tentang penjualan daging ular piton di supermarket di Manado mulanya dari sebuah foto yang diunggah di Facebook. Foto itu memperlihatkan daging ular piton yang sudah dipotong-potong dijual dalam kemasan di Supermarket Transmart Manado. Harga yang dipatok beragam, mulai Rp22 ribu hingga Rp37 ribu per potong.
Foto ular piton yang sudah dalam kemasan dijual di Supermarket Transmart Manado, Sulawesi Utara, beredar di media sosial.
Warga Sulawesi Utara sebenarnya menganggap biasa soal ular dan hewan lain yang dijual, seperti tikus, anjing, dan babi untuk dikonsumsi. Justru yang mengecam adalah warga yang tinggal di luar Sulawesi Utara.
Berbagai komentar di Facebook yang muncul di antaranya disampaikan Celine Jane Muskitta: "Ini udah pada gila kali ya pengusaha pengusaha....mau kaya ampe segininya gak peduli mahkluk hidup lain....besok jualan daging NAGA aja tuh."
Begitu juga kata Yulie Anna Bs: "musnah nih fauna yg satu ini ga lama...hr gini msh aja ada org yg suka mkn2 binatang yg gakii spantasx d mkn."
Store Manager Supermarket Transmart Manado, Hendra Simbolon, mengaku kaget mendapat kecaman di media sosial. "Kami mengakui menjual ular piton dan lain-lain. Dan itu kami anggap biasa karena kearifan lokal di sini. Tak hanya Transmart Manado yang menjual tapi hampir semua supermarket. Saya sudah cek," katanya pada Senin lalu.
Ia menduga ada sentimen bisnis sehingga isu ini sengaja digulir. "Kan aturan pemerintah juga tidak melarang kami menjual ular dan lainnya. Mungkin karena saingan bisnis. Toh, juga di daerah lain kami tidak menjual daging hewan tersebut. Di Jakarta dan Bali, misalnya, tidak menjual hewan tersebut. Kami juga melihat kondisi di daerah. Kalau Manado, kan, tidak masalah karena warga mengonsumsinya," ujar Hendra.