Penutupan Warung Lesehan di Malioboro Jadi 'Shock Therapy'
- Daru Waskita
VIVA.co.id – Tindakan tegas dengan menutup paksa warung lesehan di Malioboro yang menjual makanan dan minuman dengan tidak wajar merupakan bentuk shock therapy bagi pedagang yang nakal dan peringatan bagi pedagang lain agar tidak menaikkan harga seenaknya.
"Penutupan warung lesehan itu perlu dilakukan demi ketegasan aturan dan layanan kepada pengunjung. Sebab pengunjung Malioboro harus mendapatkan rasa nyaman dan aman selama berada di Malioboro," kata Kepala Seksi Keamanan, Bidang Keteriban Umum dan Ketentraman Masyarakat Satpol PP Kota Jogja Bayu Laksmono, Jumat, 30 Juni 2017.
Karena itu, Unit Pelaksana Teknis Malioboro Yogyakarta akan melakukan evaluasi dan menetapkan sanksi terkait hal ini. Jika pedagang yang bersangkutan berjanji tidak akan mengulangi kecurangan tersebut, maka warungnya dapat dibuka lagi.
"Nanti dievaluasi, baru kembali dibuka. Lesehan Intan di deretan sini," ujarnya.
Namun begitu, tak menutup kemungkinan juga jika hasil evaluasinya memberikan rekomendasi harus ditutup, maka warung tersebut harus tutup secara permanen.
"Itu kan sudah masuk daftar warung lesehan yang harus ditertibkan karena sering bikin harga tak wajar," ujarnya.
Seperti diketahui, Unit Pelaksana Teknis Malioboro Yogyakarta menutup paksa salah satu warung lesehan di jalan Malioboro karena menerapkan harga yang tidak wajar.
Petugas bergerak setelah ada laporan dari masyarakat. Penutupan dilakukan pada Selasa, 27 Juni 2017. Warung tersebut ditutup sampai batas waktu yang belum ditentukan.
Warung yang menjual menu masakan bakar dan goreng itu sempat viral di media sosial. Dari foto bon pembayaran yang tersebar, menyebutkan tiga porsi bebek goreng sebesar Rp96.000, ayam goreng empat porsi Rp120 ribu, gudeg ayam dua porsi Rp90 ribu, nasi putih tujuh porsi Rp80 ribu, segelas lemon tea Rp9 ribu, dua gelas es jeruk Rp18 ribu dan empat gelas teh panas Rp32 ribu.
Total harga yang harus dibayar pengunjung Rp490 ribu. Ini hanya untuk sembilan item menu dan sudah termasuk pajak 10 persen. Menurut Kepala UPT Malioboro Yogya Teguh Syarif, pemilik warung mengakui bahwa harga tersebut sudah sesuai dengan harga yang terpasang di depan warung.
"Tapi harga tersebut tidak wajar. Masa teh Rp8 ribu, kalau Rp3 ribu atau Rp4 ribu wajar," katanya, Jumat, 30 Juni 2017.
Diakuinya pemilik warung lesehan itu memang sering nakal dengan mematok harga yang tidak wajar. Warung itu juga masuk daftar hitam salah satu warung kesehan yang harus ditindak tegas dan memperburuk citra pariwisata di Yogyakarta,.
"Tak hanya waktu Lebaran saja namun di waktu biasa juga mematok harga tak wajar," kataya.
Berbagai pungutan liar selama libur Lebaran di Yogya terutama tarif parkir juga marak diunggah oleh netizen ke media sosial. Namun demikian hingga saat ini belum ada langkah konkret dari Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta meski sudah ada Perda tentang retribusi parkir di Kota Gudeg tersebut.