Mensos Paparkan Makna Idul Fitri pada Tokoh Kristen
- Nur Faishal (Surabaya)
VIVA.co.id – Hari Raya Idul Fitri biasanya diwarnai dengan tradisi saling bersalaman. Gambar dan ilustrasi dua orang saling berjabat tangan sudah lazim terjadi saat lebaran. Banyak orang memaknai itu secara sederhana, yakni saling bermaaf-maafan.
Menurut Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, salaman mengandung substansi lebih dari sekadar bermaaf-maafan. Menurutnya, hal itu harus dimaknai secara progresif sebagai semangat untuk membangun perdamaian dan kasih sayang.
"Substabsi salaman adalah membangun perdamaian," kata Khofifah seusai menerima tamu beberapa pendeta dari Badan Musyawarah Antar Gereja atau Bamag Nasional di Surabaya, Jawa Timur, Senin 26 Juni 2017.
Ia mengatakan, pemahaman tentang makna Idul Fitri itu perlu direvitalisasi, sehingga substansinya tidak tercerabut. "Kalau bangunan kasih sayang direvitalisasi saat Idul Fitri, bukankah itu yang diharapkan. Islam yang penuh damai dan Islam rahmatan lil alamin," ujarnya.
Dengan substansi seperti itu, lanjut Ketua Umum Muslimat NU itu, Idul Fitri tidak hanya dirasakan oleh umat Islam saja, tetapi juga akan dirasakan oleh non-muslim. "Karena itu, saat open house di Jakarta kemarin, banyak tokoh dan warga non-muslim yang juga datang ke rumah saya," tuturnya.
Ketua rombongan Bamag Nasional, Agus Susanto, mengatakan, pihaknya datang bersilaturrahim ke rumah Khofifah pada lebaran kali ini sebagai perwakilan dari umat Kristen Indonesia. "Bersilaturrahim itu tidak memandang siapa kepada siapa, baik dari Muslim kepada umat Kristen, atau sebaliknya," ungkap Agus.
Agus mengaku sudah lama membangun hubungan baik dengan Khofifah, dalam konteks kerukunan antarumat beragama. "Kami umat Kristen akan bergandengan tangan erat dengan umat Islam, ke depan untuk membangun Indonesia yang satu, Indonesia yang bersama-sama merasakan kemakmuran," jelasnya.