Kiai-Kiai NU Resah dengan Wacana Sekolah 5 Hari
- VIVA.co.id/Reza Fajri
VIVA.co.id – Wacana sekolah delapan jam sehari menuai kritikan dari sejumlah kalangan, termasuk dari para kiai Nahdlatul Ulama. Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah atau Asosiasi Pesantren NU Abdul Ghaffar Rozin mengatakan implementasi aturan ini akan sulit diterapkan.
"Itu (pesantren) kemudian tidak bisa digabungkan begitu saja dengan sekolah biasa. Ini persoalan serius," kata Gus Rozin, sapaan akrabnya, ketika ditemui di kantor NU di Kramat, Jakarta Pusat, Kamis 15 Juni 2017.
Gus Rozin menjelaskan, dari pesantren sendiri memiliki aktivitas pembelajaran untuk masyarakat yang ada di luar pesantren, seperti kegiatan madrasah sore. Sehingga wacana sekolah delapan jam sehari dinilai bisa mengganggu kegiatan-kegiatan pendidikan keagamaan untuk masyarakat.
"Saya kira, kebijakan ini sungguh tidak bijaksana," ujar Gus Rozin.
Sementara itu Ketua Ma'arif NU KH Arifin Junaidi menegaskan sejak setahun lalu NU sudah menyatakan sikap menolak wacana ini. Dia menyebut ada keresahan dari sejumlah guru yang ada di daerah. Dia bahkan menyampaikan permintaan agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy yang mewacanakan kebijakan ini diganti saja.
"Kami akan kirim surat ke Presiden. Karena Mendi?kbud bikin gaduh, kami minta untuk diganti," kata Kiai Arifin.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengeluarkan kebijakan jumlah hari sekolah akan dipangkas menjadi lima hari. Yakni dari Senin hingga Jumat.
Namun, jam pelajaran setiap harinya ditambah menjadi minimum delapan jam, sehingga para siswa bisa libur selama dua hari pada Sabtu dan Minggu.