KPK Dapat Amunisi Baru Hadapi Pansus Angket DPR
- ANTARA/Wahyu Putro A
VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima hasil kajian para Ahli Hukum Tata Negara untuk menyikapi Pansus Angket di DPR. Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas, Yuliandri, akan bertemu dengan pihaknya di kantor KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
Kehadiran dua orang bergelar profesor itu untuk menyampaikan hasil kajian tentang hak angket DPR.
"Keduanya mewakili Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara untuk menyerahkan kajian dan pernyataan sikap para pengajar hukum tata negara terkait dengan hak angket," kata Febri di kantornya, Rabu 14 Juni 2017.
Menurut Febri, asosiasi itu sebelumnya sudah menyusun kajian dan berdiskusi dengan para pengajar HTN dan hukum administrasi negara. Karena itu, Asosiasi akan serahkan hasil kajian kepada KPK dan diseminasikan di beberapa perguruan tinggi.
Febri mengatakan, kajian ini adalah inisiatif dari Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Bukan permintaan KPK.
"KPK tentu mengucapkan terima kasih atas inisiatif yang berharga ini. Saya kira ini akan sangat mendukung bagi proses pengkajian yang juga masih berjalan di KPK," kata Febri.
KPK mengklaim berbagai pihak termasuk para ahli yang diajak berdiskusi mempertanyakan keabsahan Pansus Angket DPR kepada KPK.
Berdasarkan Pasal 79 ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MD3, yang dimaksud dengan hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan atau kebijakan pemerintah terkait dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Kemudian pada bagian penjelasan, Pasal 79 ayat 3 UU MD3, disebutkan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dan atau kebijakan pemerintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh Presiden, Wapres, Menteri Negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau Pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian.
Atas dasar itu, sejumlah ahli menyatakan DPR tidak bisa memakai hak angket terhadap KPK. Sedangkan sebagai pengawasan terhadap KPK bisa melalui mekanisme lain. (ren)