Buni Yani Bantah Dakwaan Edit Video Pidato Ahok
- ANTARA FOTO/Agus Bebeng
VIVA.co.id – Terdakwa dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Eletronik (ITE) Buni Yani menolak didakwa telah mengedit video pidato Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sehingga berakibat menuai protes berbau SARA.
Buni menegaskan, dari proses pemeriksaan Polda Metro Jaya, penyidik hanya menyangkakan dan menetapkan status tersangka berdasarkan Pasal 28 ayat 2 UU ITE.
Pada Pasal 28 ayat 2 berbunyi: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).
"Saya mengerti soal dakwaan yang berkaitan dengan Pasal 28 ayat 2 Undang-undang ITE. Tapi saya tidak mengerti dakwaan Pasal 32 Undang-undang ITE karena belum pernah diperiksa sekali pun oleh penyidik," ujar Buni Yani di Pengadilan Negeri Kelas 1A Bandung, Jawa Barat, Selasa, 13 Juni 2017.
Sedangkan dalam Pasal 32 UU ITE yang disangkakan, berbunyi: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.
"Saya sangat keberatan, saya belum pernah diperiksa berdasarkan pasal 32, dari awal sampai akhir itu saya belum pernah diperiksa untuk menjadi seorang tersangka. Karena sejak awal saya ditersangkakan di pasal 27, 28, kemudian mengerucut menjadi pasal 28," ujarnya.
Oleh karena itu, Buni Yani meminta majelis hakim memeriksa dakwaan jaksa Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
"Silakan yang mulia memeriksanya, jadi saya berani mengatakan bahwa itu tiba-tiba muncul. Jadi saya tidak mengerti kalau tiba-tiba saya didakwa menggunakan Pasal 32," ujarnya.
Sebelumnya, Buni Yani didakwa mengubah, merusak, menyembunyikan informasi eletronik milik orang lain maupun publik berupa video pidato mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, di Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016.
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Andi Muh Taufik menegaskan, video rekaman yang beredar di media sosial Youtube Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diunduh oleh terdakwa pada Kamis, 6 Oktober 2016 pada pukul 00.28 WIB berdurasi 1 jam 48 menit.
"Terdakwa menggunakan handphone merk Asus Zenfone 2 warna putih, telah mengunduh video berjudul '27 Sept 2016 Gub Basuki T. Purnama ke Kepulauan Seribu dalam rangka kerja sama dengan STP'. Kemudian tanpa seizin Diskominfo DKI Jakarta, terdakwa mengurangi durasi rekaman," ujar Andi di ruang 1 Pengadilan Negeri Kelas 1 Bandung, Selasa, 13 Juni 2017.
Menurut Andi, Buni memangkas durasi video tersebut secara signifikan menjadi berdurasi 30 detik yang dimulai dari menit ke 24 sampai ke 25. "Selanjutnya terdakwa mengunggah video tersebut di akun facebook terdakwa dan mengunggahnya di laman dinding (wall)," ujarnya.
Dalam video berdurasi singkat tersebut, Ahok mengutarakan 'Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu gak bisa pilih saya, ya kan dibohongi pakai surat Al Maidah 51 macem-macem itu, itu hak bapak ibu yah, jadi kalau bapak ibu perasaan gak bisa pilih nih saya karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu ya'.
"(Perkataan tersebut) sebagaimana berita acara pemeriksaan dengan barang bukti digital nomor 30/II/2017/CYBER/PMJ tanggal 28 Februari 2017," ujar Andi. Â (mus)