Mendikbud Pastikan Madrasah Tak Akan Gulung Tikar
- VIVA/Agus Rahmat
VIVA.co.id - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, menjawab kritikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama maupun Majelis Ulama Indonesia (MUI), terkait kebijakan sekolah delapan jam per hari. Dengan kebijakan ini, sekolah seperti madrasah atau diniyah, bisa gulung tikar.
Ditemui di Istana Negara, Muhadjir menjelaskan kebijakan tersebut berlaku mulai Juli 2017. Landasan hukumnya, adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2017 tentang beban tugas guru. Guru dimasukkan ke dalam beban tugas Aparatur Sipil Negara (ASN), yakni 37,5 jam per pekan.
Namun, lanjut Muhadjir, kebijakan ini bukan berarti harus dijalankan sendiri oleh sekolah. Dalam aturannya, program penguatan karakter bisa bekerja sama dengan lembaga pendidikan di luar.
"Termasuk madrasah, masjid, gereja, pura, sanggar kesenian, pusat olahraga, itu dimungkinkan. Sehingga delapan jam belajar minimal itu jangan diartikan anak dapat pelajaran terus-terusan di kelas, bukan itu," kata Muhadjir, Senin 12 Juni 2017.
Pendidikan karakter, lanjut dia, mendapat porsi terbesar sesuai keinginan Presiden Joko Widodo. Yakni 70 persen diarahkan pada pembentukan karakter siswa.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini melanjutkan, ada lima target pemerintah untuk pembentukan karakter yang dimaksud. Pertama adalah religiusitas atau keberagaman. Kedua, integritas dan kejujuran.
Target ketiga adalah nasionalisme, cinta Tanah Air, dan bela negara. Sementara itu, target keempat yakni kerja keras, belajar keras, punya kemauan kompetisi. Dan kelima gotong royong, solidaritas, dan toleran.
"Dalam kaitan dengan penguatan karakter nomor satu, keberagamaan, maka posisi madrasah diniyah sangat penting. Justru nanti, sama sekali kami tidak ada pikiran menghilangkan, malah justru akan jadi partner sekolah untuk menguatkan program karakter yang berkaitan dengan penguatan religiusitas," kata mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Zainut Tauhid mengatakan, kebijakan mendikbud itu berpengaruh besar pada sekolah diniyah yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Selama ini, kata Zainut, sekolah seperti madrasah diniyah maupun pesantren, biasanya memulai pelajaran saat sekolah umum baik SD, SMP, dan SMA, selesai.
"Dengan diberlakukannya pendidikan selama delapan jam sehari dapat dipastikan pendidikan dengan model madrasah ini akan gulung tikar. Padahal, keberadaannya masih sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat," kata Zainut.