Ganjar Tiru Risma Berantas Ritual Seks di Gunung Kemukus
- VIVA.co.id/Dwi Royanto
VIVA.co.id – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berkomitmen memberantas praktik prostitusi Gunung Kemukus, Kabupaten Sragen. Ia berharap kawasan makam ulama Pangeran Samudro itu harus benar-benar dijadikan kawasan religius untuk berziarah dan berdoa.
Saat berziarah di komplek makam, Ganjar blak-blakan meminta agar Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati bisa tegas melarang ritual seks yang identik ada di kawasan Gunung Kemukus.Â
"Dulu setelah ramai (soal ritual seks), kan saya sudah minta Bupati Sragen untuk coba dikomunikasikan. Sekarang malah mbalik lagi," kata Ganjar di kompleks makam Gunung Kemukus, Sragen, Kamis 8 Juni 2017.
Ia berpandangan, untuk menata kawasan itu, pemerintah memang tidak hanya sekadar melarang. Pendekatan pun harus dilakukan dengan sistematis.
Â
"Maka mereka yang ada di sini mesti diajak berusaha yang mendukung mereka yang mau wisata religius, bukan disalahgunakan yang lain. Saya menyarankan jangan diizinkan untuk izin-izin hiburan. Jadi kalau mau ya ngaji dan ziarah di sini," ujar Ganjar.
Cerita tentang Pangeran Samudro yang dimakamkan di Gunung Kemukus adalah penyebar agama Islam, mestinya bisa lebih dimunculkan. Sehingga cerita versi lain terkait ritual seks yang berdampak tidak baik bisa ditinggalkan.
"Cerita Pangeran Samudro itu siapa, dia itu nyebarkan agama bukan hama. Yang itu (ritual seks) kan hama," tegasnya.Â
Solusi lain, warga di kawasan itu bisa juga diarahkan untuk berjualan suvenir UMKM, seperti yang ada di kompleks makam pada umumnya. Pengelola Waduk Kedungombo di kawasan itu juga bisa  menertibkan kawasan-kawasan bangunan di sekitar bibir waduk. Sehingga pemandangan waduk bisa  jadi fungsi penyangga wisata.
Â
"Jadi orang datang betul-betul berdoa dan ngaji. Kalau pulang ya belanjanya beli Al Quran, sarung atau tasbih. Penataannya tidak hanya fisik tapi juga mental spiritual, mereka bisa kita ganti, " katanya.
Ganjar menyebutkan, pelaku prostitusi di kawasan itu ternyata bukan warga asli daerah, namun warga pendatang, sehingga pendekatan fisik dan mental jauh lebih mudah dilakukan.Â
"Ini kan bukan kompleks lokalisasi jadi ini lebih gampang. Dan kita bisa belajar di Surabaya yang Dolly itu," kata dia.Â
Sebagaimana diketahui, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menutup lokalisasi Dolly 18 Juni 2014, sepuluh hari sebelum Ramadan tahun tersebut.Â