Kekerasan pada Perempuan dan Anak Bagai Fenomena Gunung Es
- VIVA.co.id/ Bimo Aria
VIVA.co.id – Maraknya kasus persekusi, atau pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas, yang dalam beberapa kasus menimpa anak dan perempuan membuktikan bahwa perlindungan kekerasan terhadap kaum hawa dan anak-anak masih lemah.
Kasus ini menunjukkan fenomena gunung es kekerasan pada perempuan dan anak sebagai kelompok rentan.
Padahal, menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, angka kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan sempat menurun pada 2016.
"Perlindungan anak di 2015 itu darurat sekali, (namun) 2016 menurun setelah ada UU No. 17 Tahun 2016, yang tadi masih digaungkan, itu mulai menurun sesuai laporan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) ke saya," ungkap Yohana, saat ditemui di Kantornya, di Jakarta, Selasa 6 Juni 2017.
Begitu pun pada kasus-kasus di daerah. Menurut Yohana, pada sejumlah Kabupaten di seluruh Indonesia terlebih pada Kabupten yang tengah menjalankan program layak anak, kasus kekerasan pada anak dan perempuan memang cenderung menurun tahun lalu.
"Namun, ini fenomena gunung es, orang semakin takut. Tetapi, melakukan kekerasan di rumah tangga yang mengancam kalau dilaporkan akan dibunuh, atau dicerai dan sebagainya," kata dia.
Yohana sendiri menyadari bahwa dari pemerintah cenderung lemah dalam hal antisipatif kekerasan terhadap anak dan perempuan dalam bentuk persekusi.
"Ini akhirnya membuat kementerian kami harus melindungi anak dan perempuan, oleh karena itu kesempatan seperti ini kami mengajak banyak pihak, karena kami tidak bisa berjalan sendiri harus bekerjasama denga LSM untuk melindung anak dan perempuan oleh semua tindak kekerasan dan persekusi," ungkap dia.