Aktivis Minahasa Merdeka Ditangkap, Dijerat Pasal Makar
- VIVA/Agustinus Hari
VIVA.co.id – Kepolisian Daerah Sulawesi Utara akhirnya menghentikan aksi RO alias Rocky Oroh (35), yang gencar menyuarakan referendum Minahasa. Lelaki yang juga berprofesi jurnalis itu sudah tiga hari lalu ditahan sejak diamankan Sabtu, 3 Juni 2017, karena dianggap makar.
"RO ditangkap dan diproses terkait kasus makar. Ya sudah tiga hari ditahan," kata Kepala Bidang Humas Polda Sulut, Kombes Pol Ibrahim Tompo, di Manado, Selasa 6 Juni 2017.
Polisi menangkap Rocky di rumahnya di Kota Bitung dalam sebuah operasi yang digawangi tim Reserse dan Kriminal.
Tersangka diketahui getol menyebar isu jajak pendapat Minahasa Merdeka ke publik, baik secara langsung lewat aksi demo maupun postingan di timeline media sosial pribadinya. Lewat postingan tersebut juga Rocky memperlihatkan bendera Minahasa Land berwarna biru-merah dihiasi 11 bintang.
Menurut Kombes Ibrahim, pada Kamis 1 Juni 2017, Rocky bersama 2 rekannya sempat berbicara di hadapan sejumlah pihak yang tengah menggelar diskusi di perpustakan Minahasa AZR Wenas Tomohon Utara. Dia meminta publik mendukung rencana referendum tersebut, namun oleh pihak yang hadir saat itu ajakan Rocky tidak digubris.
"Kata Rocky dia telah melakukan aksi referendum Minahasa merdeka pada 1 Desember dan 15 Desember 2016 di depan kantor gubernur, tujuannya untuk mempertegas eksistensi orang Minahasa atas kejadian yang selama ini telah terjadi," kata Ibrahim.
Dia memastikan di dinding media sosial tersangka banyak meng-up load postingan serta foto-foto bernuansa referendum bangsa Minahasa. Setelah beberapa bukti dikumpulkan dan dilidik, polisi menyimpulkan Rocky telah melakukan tindak pidana makar. "Kena Pasal 110 dan 106 KUHP tentang pidana makar," ujarnya.
Pada Mei 2017 lalu, Rocky ikut aksi demonstrasi di depan kantor Gubernur Sulawesi Utara, dan menyuarakan referendum. Sempat diwawancarai media, Rocky sejatinya telah menunjukkan dukungan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Jangan coba-coba mengubah ideologi negara," katanya.
"Negara harus tegas, jika tidak referendum Minahasa merdeka siap kami kobarkan. Jika pun harus mengobarkan Permesta (perjuangan rakyat semesta) jilid II kami siap," tambah dia.
Menurut Rocky, Referendum Minahasa intinya menunjukkan sikap warga Minahasa—etnis terbesar di Sulawesi Utara—terhadap kondisi nasional yang cukup memprihatinkan. Referendum akan terjadi jika negara lemah menumpas biang-biang perpecahan NKRI, pelaku intoleran, dan pelaku-pelaku yang berupaya mengubah haluan negara.