Ini yang Dikhawatirkan Kalau TNI Ikut Berantas Teroris
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id – Lembaga advokasi pluralisme, demokrasi dan hak asasi manusia, SETARA Institute, menilai rencana pelibatan TNI dalam penganan tindak pidana terorisme sebagai langkah yang tidak perlu.
Sebab, selama ini TNI sudah secara tidak langsung masuk dalam pemberantasan terorisme seperti termaktub dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004.
"Memberantas terorisme sebagai salah satu dari 14 tugas operasi militer selain perang (OMSP)," kata Ketua Setara Institute Hendardi dalam siaran persnya, Senin, 5 Juni 2017.
Karena itu, tak perlu untuk memasukkan lagi TNI dalam rencana revisi Rancangan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme.
"Mempertegas peran TNI dalam RUU Antiterorisme justru akan bertentangan dengan Pasal 7 UU 34/2004 tentang TNI," katanya.
Tak cuma itu, Hendardi juga mengingatkan bahwa secara prinsip penanganan kasus terorisme mesti harus melalui sistem peradilan pidana. Sementara TNI, tak memiliki keterkaitan dengan sistem itu.
"Terorisme adalah crime yang harus diatasi dengan pendekatan hukum yang selama ini terbukti mampu mengurai jejaring terorisme dan mencegah puluhan rencana aksi terorisme," ujarnya.
"Jika ini terjadi akan membahayakan demokrasi, HAM, dan profesionalitas TNI itu sendiri."
Atas itu, Setara mengingatkan agar Presiden Joko Widodo untuk lebih bijak menyikapi wacana itu. Sebab kini banyak pihak memang ingin menempatkan TNI dalam kancah politik.
Selain itu, Hendardi menilai bahwa meskipun tindakan terorisme membahayakan keamanan warga, tetapi tindakan terorisme adalah one time event yang hingga kini belum bisa dipandang sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara.