'Sangat Mungkin Chat Rizieq-Firza Hanya Rekayasa'
- VIVA.co.id/Adi Suparman (Bandung)
VIVA.co.id – Penetapan status tersangka kasus pornografi terhadap pimpinan FPI Habib Rizieq Shihab masih menimbulkan kontroversi. Sejumlah kalangan menyebut chat mesum Rizieq dengan Firza Husein adalah asli. Namun tak sedikit pula yang menganggapnya hanya sebuah rekayasa.
Kepala Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) Universitas Islam Indonesia, Yudi Prayudi menilai, percakapan itu sangat mungkin sebuah rekayasa. Apalagi saat ini banyak aplikasi di ponsel cerdas yang bisa digunakan untuk membuat rekayasa percakapan.
"Rekayasa sangat dimungkinkan karena banyak aplikasi yang bisa digunakan seseorang untuk membuat rekayasa tersebut," kata Yudi saat ditemui tvOne, di Kampus UII Yogyakarta, Selasa 30 Mei 2017.
Dalam kasus ini, rekayasa bisa dilakukan dalam banyak aspek. Di antaranya aspek pembuat teksnya yang seolah-olah memunculkan suatu dialog, atau dimunculkan di media tertentu lalu disebarkan. Yudi mencontohkan, ada aplikasi bernama, Whatsapp Fake Chat, yang bisa digunakan untuk membuat chat rekayasa. Aplikasi ini bahkan sudah tersedia di Playstore pada ponsel berbasis android, dan siapa pun bisa mengunduhnya secara gratis.
Dalam aplikasi itu, chat bisa didesain sedemikian rupa, dan proses capturing-nya juga sangat mudah. Padahal Forensik Digital tidak bisa meneliti asli tidaknya sebuah chat jika hanya menggunakan capture-an sebagai data sekunder. Satu-satunya cara untuk membuktikan kebenaran chat itu harus menggunakan data primer berupa telepon seluler yang bersangkutan.Â
"Forensik Digital berbasis science (ilmu pengetahuan), jadi untuk menguji kebenarannya harus menggunakan data primer," urainya.
Dari analisa itu, Yudi meyakini siapa pun bisa menjadi korban rekayasa percakapan. "Kita sebagai pengguna media sosial sangat mungkin suatu saat menjadi korban chat rekayasa karena banyaknya aplikasi terkait itu semua," pungkasnya.
Habib Rizieq Shihab ditetapkan sebagai tersangka kasus pornografi chat mesum, sama seperti Firza Husein. Keduanya dijerat pasal 4,6, dan 8 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dengan ancaman hukuman di atas lima tahun.
Andri Prasetiyo/TvOne/Sleman Yogyakarta