Terlibat Suap, Predikat WTP Kementerian Desa Bisa Dibatalkan

Pejabat Eselon I BPK Rochmadi Saptogiri dengan rompi tahanan KPK
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA.co.id – Predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, tersandung kasus suap. Dua auditor BPK beserta dua pejabat Kemendes PDTT telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kasus suap menyuap ini pun seolah mengganjal predikat tertinggi dalam laporan keuangan Kemendes PDTT. Padahal, BPK telah menyerahkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2016 ke Presiden Joko Widodo di Istana Bogor. Salah satu kementerian yang mendapatkan WTP adalah Kemendes PDTT.

Bagaimana nasib opini laporan keuangan Kemendes PDTT selanjutnya?

Mantan pimpinan KPK yang juga bekas auditor senior Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Haryono Umar, mengatakan apabila hasil opini itu sudah menjadi dokumen negara maka tidak bisa ditarik kembali. Tapi, dengan adanya kasus ini bisa menjadi evaluasi kementerian bersangkutan untuk perbaikan ke depan.

"Umpamanya setelah dilakukan investigasi ada masalah suap menyuap, itu WTP bisa dibatalkan, bahkan diturunkan menjadi paling rendah, (predikat) tidak wajar," kata Haryono dalam perbincangan di tvOne, Senin, 29 Mei 2017.

Ia meminta Presiden Jokowi untuk tidak hanya menargetkan jajaran kementerian memperoleh opini laporan keuangan  WTP dari BPK, tapi juga harus bersih dari tindak pidana korupsi. "WTP itu hanya konsekuensi, jangan sampai dikotori," tegas Haryono.

Mantan Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini menyesalkan praktik jual beli hasil audit laporan keuangan. Padahal, kata dia, profesi auditor di luar negeri sangat prestise. Karena hasil audit merupakan produk ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan.

"Masa dihargai Rp240 juta? Saya sebagai auditor tersinggung. Masa hasil audit diperdagangkan? IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia) harus protes," tegas mantan Ketua Ikatan Akuntan Indonesia ini.

KPK Amankan Uang dalam OTT di Bengkulu, Berapa Jumlahnya?

Meski demikian, Haryono mengaku tidak terlalu terkejut dengan kasus jual beli hasil audit laporan keuangan pemerintah. Pasalnya, ada beberapa kasus di kementerian/lembaga dan daerah yang mendapat predikat WTP, namun justru para pejabatnya terlibat kasus korupsi.

"Kementerian Perhubungan bertahun-tahun WTP, tapi ternyata ada suap. Polisi sampai turun di sana (kasus pungli). Ada beberapa daerah katanya WTP tapi kena OTT. Artinya, opini yang demikian sakral ternyata bisa diperdagangkan," terang Haryono.

OTT di Bengkulu, Sudah 8 Orang Termasuk Gubernur Rohidin Mersyah yang Diamankan KPK

"Maka, WTP tidak menjamin tidak korupsi," imbuhnya.

KPK melakukan operasi tangkap tangan di Gedung BPK dan juga Kementerian Desa dan PDTT pada Kamis, 26 Mei 2017. Dalam operasi tersebut, tujuh orang ditangkap. Empat menjadi tersangka, dan tiga dilepas dengan status sebagai saksi.

Metode Perhitungan Kerugian Negara di Kasus Korupsi Timah Jadi Sorotan

Empat orang yang jadi tersangka adalah Auditor Utama Keuangan Negara III BPK, Rocmadi Saptogiri, Auditor BPK Ali Sadli, Irjen Kemendes Sugito dan Pejabat Kemendes, Jarot Budi Prabowo. Mereka langsung ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka.

Ilustrasi Rapat Paripurna di DPR.

DPR Wanti-wanti KPK Jangan Jadi Alat Politik Pilkada Menyusul Penangkapan Gubernur Bengkulu

Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Golkar menyoroti penangkapan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah oleh KPK menjelang pencoblosan Pilkada, 27 November 2024.

img_title
VIVA.co.id
26 November 2024