Gula Berbahaya Beredar di Sulsel

Gula rafinasi ilegal bermerek Sari Wangi yang diungkap Tim Satuan Tugas Pangan di sebuah gudang di Makassar, Sulawesi Selatan, pada Senin, 22 Mei 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Yasir

VIVA.co.id - Gula rafinasi ilegal bermerek Sari Wangi yang diungkap Tim Satuan Tugas Pangan di Makassar ternyata sudah beredar wilayah Sulawesi Selatan selama lebih tiga tahun.

Peran Rizki Dwi Rahmawan dalam Industri Gula Tradisional di Desa Kemawi

Polisi menyatakan, gula yang sebenarnya hanya untuk industri itu dikemas ulang oleh UD Benteng Baru di Makassar. Perusahaan memalsukan logo Standar Nasional Indonesia (SNI) dan izin Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) pada kemasan.

"Di kemasan, mulai dari logo SNI sampai izin BPOM-nya itu semua dipalsukan. Bikin logo (SNI dan Izin BPOM) begini, kan, mudah bagi mereka," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulawesi Selatan, Komisaris Besar Polisi Dicky Sondani, dalam konferensi pers di Makassar pada Senin, 22 Mei 2017.

Indonesia Berhasil Membangun Industri Gula Terintegrasi di Lahan Rawa

Gula Berbahaya Tiga Tahun Beredar dengan Izin Palsu di Sulsel

Gula rafinasi ilegal bermerek Sari Wangi yang diungkap Tim Satuan Tugas Pangan di sebuah gudang di Makassar, Sulawesi Selatan, pada Senin, 22 Mei 2017. (VIVA.co.id/Yasir)

Erick Thohir Resmikan Revitalisasi Industri Gula Nasional

Gula rafinasi adalah gula yang memiliki warna lebih putih dengan tingkat kemurnian yang lebih tinggi. Gula jenis ini banyak digunakan dalam berbagai industri.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan tahun 2004, gula rafinasi hanya diperuntukkan bagi industri dan bukan untuk dikonsumsi langsung. Gula ini mengandung banyak bahan fermentasi sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan.

Kecolongan

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mengaku kecolongan atas peredaran ribuan ton gula rafinasi di pasaran. Apalagi gula itu telah dijual ke masyarakat selama tiga tahun terakhir.

"Iya, kebobolan karena ternyata dia (pihak perusahaan) telah menipu kita, khususnya soal SNI (Standar Nasional Indonesia)," kata Uvan Sangir Kepala Seksi Ketersediaan dan Kerawanan Pangan pada Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi Selatan, dalam kesempatan terpisah.

Label SNI pada kemasan gula rafinasi bermerek Sari Wangi milik UD Benteng Baru, kata Uvan, ternyata hanya ditempel dan tidak pernah melalui akreditasi. Bahkan, keterangan izin edar BPOM pada kemasan itu juga dipalsukan.

"Intinya, dia (pihak perusahaan) menipu kita karena sebenarnya tidak memiliki SNI. Label SNI yang ada dikemasan pun hanya ditempeli, bukan tercetak langsung. Tentunya merugikan mengingat masyarakat awam tidak terlalu mengetahui perbedaannya," katanya.

Dari Brazil dan Thailand 

Menurut Dicky Sondani, gula rafinasi itu awalnya diolah dari gula mentah atau raw sugar yang diduga diperoleh dari Brazil dan Thailand. Di gudang itu, gula mentah dirafinasi agar warna gula tampak lebih putih dengan cara menghilangkan molase dari raw sugar.

"Setelah mereka lakukan pemurnian itu, mereka mengemas ulang seolah-olah gula itu dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Padahal itu untuk industri dan berbahaya kalau dikonsumsi terlalu banyak," katanya.

Dicky pun mengimbau agar masyarakat lebih teliti ketika hendak membeli gula. Jangan sampai, masyarakat tergiur dengan harga gula yang murah namun berbahaya.

Gula rafinasi bermerek Sari Wangi itu dijual dengan harga murah di sejumlah pasar tradisional, supermarket hingga swalayan yang rata-rata dijual dikisaran Rp11.900 per kilogram. Setiap kemasannya, UD Benteng Baru meraup untung Rp500 setelah mengemas ulang gula rafinasi itu.

Gula rafinasi yang disita sebanyak 107.360 karung, masing-masing beratnya 50 kilogram. Totalnya sekira 5.300 ton, lalu ditambah gula rafinasi yang telah dikemas dan siap edar. (Baca: Polisi Gerebek Gudang Ribuan Ton Gula Berbahaya)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya