Potret Memilukan Angkutan Perbatasan
- Dokumen Djoko Setidjowarno
VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo sedang gencar membangun infrastruktur di daerah perbatasan. Target pembangunan di area paling luar Indonesia ini bukan hanya menyasar bangunan fisik saja, tapi juga kelengkapan penunjang lainnya.
Salah satu yang bakal dibangun yakni terminal untuk penumpang dan barang. Pemerintah akan membangun terminal penumpang pada tahun depan dan terminal barang pada tahun ini.
Keberadaan terminal penumpang terkait erat dengan layanan angkutan umum. Tapi sayangnya menurut pengamat transportasi Universitas Soegijapranata, Semarang, Djoko Setidjowarno, keberadaan angkutan umum di perbatasan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat memilukan.
Dia menuturkan bus angkutan kota dalam provinsi (AKDP) dan angkutan pedesaan di area perbatasan ini kondisinya tak beda dengan daerah lainnya.
"Yang beroperasi hanya kisaran 20-40 persen dengan kondisi usia kendaraan di atas 15 tahun, bahkan ada yang di atas 20 tahun," ujar Djoko kepada VIVA.co.id, Sabtu 6 Mei 2017.
Kondisi itu berbeda dengan angkutan umum di perbatasan negeri tetangga Malaysia. Pemerintah rencananya tahun depan bakal membangun terminal Entikong. Menurutnya kondisi terminal itu kurang representatif.
"Juga keberadaan terminal penumpang saat ini yang jauh dari pintu perbatasan, sekitar 3 Km," kata dia.
Dia mengatakan, terminal Entikong minim fasilitas dan terlihat tanpa perawatan dan perhatian.
"Itu milik Pemda. Tapi minim fasilitas, asal ada saja. Jauh beda dengan kondisi bangunan PLBN Entikong yang saat ini jauh lebih bagus," tuturnya.
Di perbatasan Entikong, saat ini sudah hadir pos Periksa Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong.
Selain itu, Djoko meminta pemerintah perlu menertibkan banyaknya taksi tak berizin dan angkutan antar jemput di perbatasan. Sebab angkutan itu menggerus angkutan lokal yang kalah saingan. Sebab taksi tak berizin dan angkutan antar jemput mangkal berdekatan dengan pintu perbatasan.
Dia mencatat taksi liar dan angkutan antar jemput di perbatasan Entikong itu yang beroperasi hanya 7 armada atau 10 persen, sedangkan sisanya, 90 persen atau 63 armada tak mengantongi izin.
Menurutnya, pemerintah memang harus segera menghadirkan terminal Entikong yang representatif, sebab lalu lintas di perbatasan ini cukup tinggi untuk area luar Indonesia.
Djoko mengatakan, sebelum pintu perbatasan dibuka pukul 05.00 waktu setempat, banyak antrean mobil yang lewat perbatasan.
"Setidaknya ada minimal 8 bus lintas batas negara dan 40-60 kendaraan pribadi maupun sewa yang antre di jalan masuk," kata dia.