Menteri Susi Cerita Sulitnya Nelayan di Era SBY
- Antara/Joko Sulistyo
VIVA.co.id – Kebijakan pemerintah yang menenggelamkan kapal asing yang tertangkap melakukan illegal fishing di Indonesia sempat mendapatkan sindiran dari beberapa elemen masyarakat. Mereka menyatakan orang bodoh pun bisa menenggelamkan kapal asing yang tertangkap melakukan illegal fishing di laut Indonesia.
Namun, bagi Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, kebijakan penenggelaman kapal asing yang melakukan illegal fishing tidak bisa dilakukan sembarang orang. Minimal, orang yang bisa memerintah orang dengan pangkat bintang tiga atau empat.
"Ya minimal orang tidak bodoh-bodoh amat. Minimal menteri lah. Menteri kan tidak bodoh-bodoh amat seperti saya," kata Susi, di Kampus UMY, Sabtu 6 Mei 2017.
Pemilik maskapai Susi Air ini pun mengataka,n untuk menangkap kapal asing yang melakukan illegal fishing tidak gampang karena harus memiliki informasi, teknologi satelit, kapal pemburu dan tentunya personelnya.
"Untuk menangkap kapal asing ini dalam satu tahun butuh anggaran Rp80 miliar. Itu sangat kecil dibandingkan dengan penyelamatan kekayaan laut kita," ucapnya.
Susi menilai kebijakan penenggelaman kapal asing pencuri ikan ini merupakan langkah tegas pemerintah. Mereka yang ditangkap akan diproses hukum dan kapalnya akan ditenggelamkan. "Menenggelamkan kapal itu terapi syok kapal asing yang melakukan illegal fishing. Itu juga menegakkan kewibawaan negara," tegas Susi.
Sementara itu, maraknya illegal fishing di Indonesia, kata Susi, tidak lepas dari kebijakan pemerintah di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono , tahun 2004 yang melakukan nasionalisasi kapal asing untuk bebas menangkap ikan di laut Indonesia. Akibatnya, ada sekitar 10.000 kapal asing yang mengeruk kekayaan laut di Indonesia.
Keberadaan kapal asing yang beroperasi di Indonesia juga menyebabkan tangkapan ikan nelayan lokal turun drastis, bahkan ikan menghilang dari pasaran. Nelayan mulai sulit menangkap ikan sehingga jumlah nelayan menyusut dari 1.8 juta menjadi 800 ribu nelayan. "115 Perusahaan ikan gulung tikar," ungkap Susi.
Tak hanya ikan-ikan di lautan Indonesia saja yang dibawa lari ke luar negeri, namun juga terjadi penyelundupan BBM untuk kapal asing yang dalam satu tahunnya bisa mencapai triliunan rupiah sehingga Pertamina kekurangan stok BBM.
"Kenapa dahulu banyak orang antre BBM bahkan sampai membawa botol air mineral ya salah satu dampak kebijakan nasionalisasi perikanan laut," katanya.
Perempuan kelahiran Pangandaran ini mengakui di era 90-an pendapatan nelayan di Pangandaran bisa mencapai Rp5 juta, padahal upah minimum regional (UMR) di Pangandaran saat itu baru Rp400 ribu.
"Tapi pasca tahun 2004, pendapatan nelayan turun drastis. Saya waktu itu yang jadi pengusaha ikan laut juga sulit mendapatkan pasokan ikan," terangnya.
Kini, pasca kebijakan larangan kapal asing menangkap ikan di Indonesia diterapkan, Susi mengklaim hasil tangkapan ikan nelayan Indonesia semakin meningkat. "Dalam dua tahun terakhir ini tangkapan ikan juga meningkat dari semula dari 4,5 juta ton menjadi 6,5 juta ton," bebernya.
Disamping itu, seiring meningkatnya hasil tangkapan nelayan dalam dua tahun terakhir ini, dari semula dari 4,5 juta ton menjadi 6,5 juta ton. Konsumsi ikan masyarakat Indonesia juga meningkat dari semula 36 kilogram per tahun meningkat menjadu 41 kilogram per tahunnya.