Mensos Serahkan Kasus Cak Budi ke Kepolisian

Menteri Sosial Khofifah Indar Parwansa.
Sumber :
  • VIVA/Anwar Sadat

VIVA.co.id – Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum terkait kasus Cak Budi. Ia mengatakan kasus ini harus ditindaklanjuti agar bisa memberikan kepastian hukum.

Tolong! Bantu Anak Lahir Tanpa Anus di Singkawang Ingin Sembuh

"Ini untuk memberi kepastian hukum atas penyelenggaraan pengumpulan dana masyarakat, baik bagi penyelenggara maupun perlindungan kepada donatur," kata Khofifah, Jumat, 5 Mei 2017.

Dijelaskan dia, pihak kepolisian memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan serta audit terhadap aliran dan pengeluaran dana dari rekening Cak Budi hasil donasi masyarakat. Meskipun dalam kasus ini Cak Budi sudah meminta maaf, namun proses penegakan hukum menjadi domain kepolisian.

Tren Crowdfunding, Fintech Ini Ajak Milenial Berdonasi

"Yang bersangkutan (Cak Budi) memang telah mengklarifikasi, mengakui perbuatannya, dan meminta maaf. Namun, proses selanjutnya adalah menjadi domain kepolisian," tuturnya.

Menurut Khofifah, penegakan hukum perlu dilakukan agar tak ada lagi satu rupiah pun donasi masyarakat yang disalahgunakan. Dalam kasus ini, Cak Budi dinilai merugikan para donatur. Apalagi para donatur menyumbangkan uangnya untuk diberikan kepada fakir miskin, namun disalahgunakan.

Tren Donasi Online, Membantu Masyarakat Miskin Tanpa BPJS

"Menurut pengakuan Cak Budi, Toyota Fortunernya telah dijual dan seluruh uang donasi telah diserahkan kepada lembaga sosial Aksi Cepat Tanggap (ACT). Total Rp1,7 miliar," kata Khofifah.

Khofifah mengatakan, pihak Kemensos menegaskan bahwa yang dilakukan Cak Budi bertentangan dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1961 yang mengatur tentang pengumpulan uang atau barang. Dalam undang-undang tersebut, tak diperkenankan individu atau perseorangan mengumpulkan dana masyarakat baik berupa uang atau barang.

"Yang boleh hanya organisasi dan perkumpulan sosial yang disesuaikan cakupan donatur yang ditargetkan, misalnya, level kabupaten/kota, provinsi, atau nasional dan harus dapat izin . Undang-undang itu memang sudah lama karena diterbitkan tahun 1961, tapi masih berlaku dan belum dicabut," jelasnya.

Revisi UU Nomor 9 Tahun 1961

Khofifah menjelaskan, dalam regulasi yang ada, pelanggaran terhadap Undang-undang No 9 Tahun 1961 diganjar pidana kurungan maksimal tiga bulan dan denda sebesar Rp10.000. Saat ini, lanjut dia, Kementerian Sosial sedang melakukan uji publik terhadap draf revisi Undang-undang tersebut.

Adapun draf revisi tersebut telah disiapkan sejak 2014. Sementara, mulai tahun 2016 melibatkan berbagai tim non government antara lain Oxfam, YLKI, Forum Filantropi, dan lain sebagainya. Dari Pemerintah turut terlibat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

"Prosesnya sudah berjalan dan mulai uji publik sebelum difinalkan Kementerian Hukum dan HAM, dan akhirnya dimasukkan ke DPR. Harapannya bisa mendapatkan prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas)," tuturnya.

Kemudian, ia mengimbau agar masyarakat lebih teliti dan hati-hati saat akan mendonasikan uang miliknya untuk keperluan zakat, infak, atau sedekah. Sebaiknya, masyarakat memercayakan donasinya kepada organisasi , badan atau lembaga donasi resmi dan berizin.

"Kasus ini jadi pembelajaran, jauh lebih baik dan aman uang tersebut disalurkan melalui badan amal yang memang kredibilitasnya tidak diragukan lagi," kata Khofifah. (ase)

 

 

Layanan Grab.

RI Makin Dermawan Saat Pandemi, Bos Grab: Uang Tip Naik 63 Persen

Donasi yang dikumpulkan pelanggan Grab mencapai Rp1,4 miliar.

img_title
VIVA.co.id
30 Juni 2020