Banyak TKI di Hong Kong Mengaku Rugi, ini Sebabnya
- ANTARA FOTO/Fanny Kusumawardhani
VIVA.co.id – Mayoritas (TKI) di Hong Kong mengeluhkan besarnya biaya yang harus ditanggung mereka selama bekerja. Karena itu, alih-alih menikmati hasil kerja sepadan atas biaya penempatan yang mereka keluarkan, TKI justru merugi.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat, kasus yang dinamai overcharging ini mendominasi dari 215 laporan sepanjang 2015-2017 di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong.
"Jumlahnya mencapai 93 persen. Para pekerja migran kebanyakan mengalami karena tidak mengetahui dan tidak memegang dokumen penempatan mereka," kata Ketua SBMI, Hariyanto, Minggu, 30 April 2017.
Merujuk dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 22 Tahun 2014, biaya yang seharusnya ditanggung oleh setiap TKI pada umumnya tak lebih dari Rp15 juta.
Namun, menurut Hariyanto, Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) atau 'agency' di Hong Kong justru masih melakukan pemotongan gaji dengan jumlah yang signifikan terhadap para TKI.
"Kasus terjadi karena pelayanan tata kelola mograsi pekerja migran KJRI Hong Kong belum maksimal."
Atas itu, Hariyanto mengingatkan agar KJRI Hong Kong melakukan pengawasan tegas. Termasuk pemerintah, diminta memperbaiki pengawasan terhadap pola rekrutmen TKI oleh Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) di dalam negeri, hingga agency yang bekerjasama dengan mereka di luar negeri.
"Bila saja pengawasan kontraktual, mulai dari masa pra-penempatan sudah dilakukan, maka permasalahan over charging akan dapat diminimalisir," ujar Hariyanto. (ren)