Kapolri: Korupsi dan Suap di Polri Akibat Anggaran Minim
- Daru Waskita/Yogjakarta/VIVA.co.id
VIVA.co.id – Masih adanya tindakan menerima suap atau korupsi yang dilakukan oleh oknum anggota Polri tidak lepas dari minimnya anggaran yang diberikan negara kepada institusi Polri.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menjelaskan anggaran Polri mencapai Rp7 triliun dan 60 persen anggaran digunakan untuk gaji bagi lebih dari 43 ribu anggota Polri. Anggaran 25 persen hingga 30 persen untuk pengadaan barang dan alat.
"Struktur anggaran tersebut membuat ada potensi terjadinya korupsi di tubuh Polri. Anggaran operasional sebesar 20 persen hanya cukup untuk di Mabes Polri. Untuk di Polda sudah pas-pasan, di Polres kurang dan di Polsek lebih kurang," katanya di Yogyakarta, Rabu 26 April 2017.
Tito mengaku biaya operasional yang ada saat ini masih kecil dibandingkan dengan perkara yang harus ditangani Polri. Indek penanganan kasus terbagi menjadi kasus sangat sulit, sulit, sedang dan ringan. Untuk kasus sangat sulit, anggaran per kasusnya Rp 70 juta. Padahal untuk kasus seperti bom meledak butuh miliaran untuk penanganannya.
"Biaya penanganan kasus itu bisa mencapai miliaran seperti kasus peledakan bom," katanya.
Tito mencontohkan bahwa ada pemeo di masyarakat bahwa warga kehilangan ayam lapor ke polisi justru jadi kehilangan kambing. Tetapi, lanjut Tito, pemeo itu masih ada sambungannya yaitu warga kehilangan ayam lapor ke polisi justru kehilangan kambing, tapi polisi justru kehilangan sapi.
"Contoh ya di DIY (Yogyakarta) misalnya ada kasus pembunuhan besar. Anggarannya cuma Rp 70 juta. Padahal permintaan masyarakat untuk mengungkap kasus itu tinggi. Sedangkan untuk mengungkap kasus dibutuhkan lebih dari Rp 70 juta. Kapolda harus cari uang kiri kanan untuk mengungkap kasus bahkan harus keluar gajinya. Lha ini polisi malah kehilangan sapi," ujarnya.
Lebih jauh mantan Kapolda Metro Jaya ini mengatakan bahwa dirinya menginginkan penganggaran seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Model pembiayaan KPK, sambung Tito negara membayar semua anggaran penyelesaian kasus. Negara akan membayar semua pengeluaran untuk menyelesaikan kasus.
"Ya inginnya seperti KPK. Polri minta negara menanggung semuanya. Ini pasti akan membantu kinerja kepolisian. Tetapi kan anggaran negara tidak cukup. Dalam setahun, puluhan ribu kasus bisa ditangani oleh Polri. Kalau sistemnya sama seperti KPK uang negara tidak cukup. Makanya Polri menggunakan sistem indeks," harapnya.