Mahfud: Demokrasi Membaik, Hukum Tidak

Mahfud MD
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Teori yang menyatakan hukum responsif terhadap demokrasi ternyata tidak berlaku bagi Indonesia. Indonesia yang diakui dunia semakin demokratis, dan pemilihan umumnya berlangsung relatif luber dan jurdil, ternyata tidak diikuti dengan perkembangan penegakan hukum yang semakin baik.

Angka Golput Pilkada Serentak 2024 Meningkat, LSI Denny JA: Demokrasi dalam Ancaman

"Terbukti hukum-hukum tumpul, korupsi meruyak, dan keadilan semakin dipertanyakan," demikian disampaikan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dalam seminar "Indonesia Update" pada forum Ikatan Keluarga Indonesia Victoria (Ikawiria) di kampus Monash University Clayton Melbourne, Minggu, 23 April 2017.

Berbicara juga dalam forum yang sama Mantan Ketua Forum Rektor Indonesia Prof Edy Suandi Hamid dan Ketua Lembaga Penjaminan Simpanan Dr Halim Alamsyah. Situasi yang demikian, menurut Mahfud sangat merugikan perkembangan pembangunan Indonesia sekarang ini.

Karena pembangunan hukum yang tidak sejalan dengan demokrasi ini berdampak luas pada bidang-bidang lainnya, yang merugikan masyarakat secara keseluruhan.

MA Kabulkan PK Mardani Maming, Hukuman Dikorting Jadi 10 Tahun Penjara

"Ini bisa jadi karena demokrasi yang terjadi masih bersifat formalistik dan belum substantif. Mungkin karena pendapatan masyarakat kita masih rendah, sehingga demokrasi yang berjalan belum seperti laiknya di negara maju," ujar Mahfud.

Ditambahkan Mahfud, sebetulnya pada awal reformasi perkembangan politik hukum Indonesia berlangsung cukup baik. Namun sayangnya itu hanya berlangsung sebentar, kurang dari lima tahun. Setelahnya terjadi pembelokan ke arah oligarki, praktik kekuasaan yang hanya ditangan segelintir kelompok, yang perilakunya sangat kasar.

"Yang terjadi kemudian dan sangat transparan, berlangsung politik transaksional antar elite, hukum diperjualbelikan, praktik money politik berkembang luas di ormas dan tingkat massa," kata ketua IKA UII ini.

Dengan situasi seperti ini akibatnya sangat parah. Para pejabat saling menyandera, baik tersandera dosa masa lalu maupun masa kini. Mereka menjadi tidak bisa berbuat banyak karena takut aibnya dibongkar.

Hukuman Pemberi Suap Hasbi Hasan Dipotong Setahun di Kasasi

"Dalam situasi seperti maka tak ada jalan lain, kita memerlukan pemimpin yang tidak tersandera oleh masa lalu. Sehingga punya keberanian untuk melakukan berbagai perombakan dan penegakan hukum yang sangat diperlukan saat ini," ujar Mahfud.

Sementara itu, Prof Edy Suandi Hamid mengatakan, dalam konteks ekonomi, kita membutuhkan percepatan agar tidak terjebak dalam negara berpendapatan menengah. Potensi Indonesia sangat besar dan seharusnya sudah menjadi negara maju sejak dulu.

"Untuk itu, di samping membutuhkan penegakan hukum untuk menghapuskan ekonomi biaya tinggi, juga strategi pembangunan yang jelas. Antara lain perlunya percepatan pembangunan infrastruktur transportasi di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, saya sangat mendukung visi Presiden Jokowi dalam membangun konektivitas Indonesia," kata Guru Besar Ekonomi UII ini.

Sedangkan Dr Halim Alamsyah memberikan kritiknya terhadap pola pikir kebanyakan pengambil kebijakan di tanah air. "Situasi yang ada sudah berubah sangat pesat dan kompleks. Namun sering pola pikir pengambil kebijakan masih tetap seperti dua puluh tahun yang lalu," ujarnya. 

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto

Angka Golput di Pilkada 2024 Tinggi, Wamendagri: Faktor Cuaca dan Jenuh

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya mengungkap ada banyak faktor yang menyebabkan angka golongan putih (golput) tinggi pada kontestasi Pilkada Serentak 202

img_title
VIVA.co.id
11 Desember 2024