JK Minta Umat Islam Tidak Terjebak Romantisme Masa Lalu
- REUTERS/Beawiharta
VIVA.co.id – Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai Sulawesi Utara menjadi percontohan toleransi di Indonesia. Sebab, daerah ini mampu melewati masa-masa kelam beberapa tahun silam. Kata JK, Sulawesi Utara membuktikan sebagai daerah aman saat area sekitarnya, Poso dan Ambon, tegang karena konflik.
“Nyatanya Sulut tetap tidak tersulut dan terjadi konflik. Umat beragama harus senantiasa menggalakkan dialog yang mencari persamaan dan menyikapi perbedaan dengan bijak," ujar JK saat memberi kuliah umum di Kampus IAIN Manado, Minggu, 23 April 2017.
Selain memberi kuliah umum di kampus Islam itu, JK juga menghadiri perayaan Paskah Nasional 2017 di Manado. Wapres mengingatkan umat Islam tak boleh selalu terperangkap dalam romantisme masa lalu.
"Yang punya kesan terlalu membangga-banggakan kejayaan tokoh-tokoh muslim terdahulu seperti Ibnu Sina, Al Khawarizmi, dan lain-lain. Kita harus lakukan adalah berkaca pada masa lalu sembari memikirkan bagaimana cara untuk mencetak Ibnu Sina dan Al Khawarizmi baru, agar dapat menjawab tantangan kemodernan. Islam adalah agama yang senafas dengan kemodernan," tuturnya.
JK berpandangan, Islam Indonesia merupakan Islam Wasathiyah atau Islam jalan tengah. Islam Indonesia adalah Islam yang khas secara sosio-kultural berbeda dengan praktek Islam Timur Tengah yang penuh konflik.
"Di mana ditemui kekayaan minyak, maka di situ ada azan. Negara-negara yang kaya minyak itu cenderung penuh dengan konflik. Konflik tersebut dipicu dari adanya perbedaan pandangan, seperti Suni dan Syiah," katanya.Â
Dia menuturkan, tanah Arab yang dihuni sekitar 350 juta penduduk cenderung memiliki kesamaan agama yakni Islam, bahasa, adat istiadat, namun ironisnya, mereka bergolak dalam perang saudara.
"Sedangkan Indonesia yang terdiri dari ratusan bahasa, beragam agama, dan adat istiadat masih dapat terjaga. Islam Wasathiyah adalah modal sosial kita yang harus selalu dijaga," tutur JK.
Kepada kampus IAINÂ Manado, Wapres berpesan harus membedakan antara museum dan universitas. Menurutnya, museum selalu melihat ke belakang, sedangkan kampus harus selalu melihat ke depan.
“Kampus harus senantiasa menjadi tempat yang mampu menjawab tantangan-tantangan ke depan. Kampus harus senantiasa berusaha meningkatkan kualitasnya di berbagai lini. Ketika kampus punya kualitas, maka nama dan citranya dengan sendirinya akan dikenal publik," kata JK. (ase)