TNI AU Diminta Terapkan Sistem Deteksi Dini dan Interceptor
- ANTARA FOTO/Siswowidodo
VIVA.co.id – Sistem pertahanan udara untuk menjaga wilayah teritorial Republik Indonesia harus dikembangkan dengan sistem deteksi dini dan interceptor. Sebagai negara kepulauan yang luas, sistem deteksi dan sistem interceptor perlu diwujudkan TNI Angkatan Udara.
"Harus mengembangkan sistem pertahanan udara yang modern dan canggih melindungi keselamatan NKRI dengan menyiapkan sistem deteksi dini serta sistem interceptor," kata pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati atau Nuning kepada VIVA.co.id, Sabtu, 8 April 2017.
Menurut dia, sistem deteksi dini dan sistem interceptor perlu dikaji untuk menangkis ancaman seperti datangnya rudal nuklir di luar Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Dalam mewujudkan dua sistem ini, diperlukan pemetaan anggaran alat utama sistem pertahanan senjata (alutsista) yang terkonsep dari Kementerian Pertahanan.
"Bagaimana dua sistem ini bisa dikaji TNI AU untuk negara menjaga wilayah negara kepulauan yang luas," lanjut Nuning.
Selain itu, menurut Nuning, Kementerian Pertahanan dengan matra TNI AU bisa mengajukan konsep kedaulatan di udara sampai dengan batas ketinggian yang diatur menurut hukum internasional. Upaya ini bisa dilakukan karena peran menjaga wilayah negara kepulauan dengan luas lebih dari 5 juta kilometer merupakan tugas yang berat.
Dikatakan dia, faktor selain alutsista, yaitu sumber daya manusia ikut menentukan pengembangan sistem pertahanan udara yang canggih. Upaya ini bisa meningkatkan kapasitas perwira TNI AU.
"Mengirim para perwira muda TNI AU menjadi master dan doktor ilmu ruang angkasa (space science) di luar negeri," tutur mantan Anggota Komisi I DPR itu.
Kemudian, Kementerian Pertahanan diminta memiliki peran dalam mengatur postur anggaran pertahanan. Pengaturan ini bisa dikoordinasikan dengan kebutuhan matra TNI AU. Artinya, peran Kemenhan diperlukan untuk membuat roadmap dalam postur alutsista pertahanan.
"Karena kebutuhan matra kadangkala tidak match dengan renstra Kemenhan dalam membangun pertahanan negara kita. Kemenhan harus inovatif," katanya.
Kalah dengan Pesawat Komersial
Jadwal patroli udara pesawat militer selama ini masih terdapat kelemahan. Salah satunya karena penerbangan patroli pengawasan udara yang masih mengalah dengan pesawat komersial.
Menurut Nuning, persoalan ini penting mengingat kedaulatan wilayah negara itu harus dijaga 24 jam.
"Saat ini kan terukur tidak ada pesawat TNI AU yang terbang di atas jam 17.00. Ini penting karena bila ada kebutuhan matra atau menghadapi ancaman udara malam bagaimana? Kan harus siaga 24 jam menjaga wilayah negara," ujar Nuning.
Soal pengawasan ruang udara, TNI AU sebaiknya memprioritaskan daerah terdepan yaitu Natuna, Tarakan, Morotai, Biak, sampai Merauke. Hal ini menyesuaikan jumlah unit jet tempur yang dimiliki TNI AU.
Daerah terdepan yang juga dekat perbatasan ini dianggap rentan ancaman dari pihak luar.
"Dengan demikian kita mampu mengawasi ruang udara dan wilayah yang ada di bawahnya mulai dari ZEE," tuturnya.
Tak ketinggalan, peningkatan alutsista dalam pembaharuan radar milik TNI AU perlu dilakukan. Saat ini, menurut Nuning, radar TNI AU sudah banyak yang uzur.
"Bicara alutsista ya radar karena banyak yang sudah tua dan harus diperbarui," kata Nuning.