KPAI Ingatkan Ekspose Pembunuhan Siswa SMA Taruna Nusantara
- Antara/ Hari Atmoko
VIVA.co.id – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam Sholeh menilai peristiwa tewasnya Siswa SMA Taruna Nusantara, Krisna Wahyu Nurachmad, melahirkan trauma mendalam bagi keluarga dan teman-teman sekolahnya.
Apalagi, dengan reputasi yang dimiliki SMA Taruna Nusantara selama ini, insiden pembunuhan ini jelas mengguncang institusi dan juga para siswanya. Apalagi, kejadian ini pertama kali terjadi dalam sejarah 27 tahun berdirinya SMA Taruna Nusantara.
"Kepribadian menjadi terpecah dan gangguan psikologi bagi anak-anak lainnya," kata Asrorun kepada tvOne, Senin, 3 April 2017.
Dalam kasus ini, KPAI kata Asrorun, perlu mengingatkan bahwa pemulihan trauma korban dan proses hukum terhadap pelaku yang masih dalam ruang lingkup peradilan anak, tetap harus memenuhi hak-hak dasar anak. KPAI juga mengingatkan pemberitaan-pemberitaan terkait kasus ini.
"Termasuk kronologi tindak pidananya. Jangan sampai (pemberitaan) jadi sekolah dalam tanda petik, bagi anak-anak untuk melakukan tindak pidana," ujarnya.
Menurut Asrorun, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Peradilan Anak mensyaratkan adanya pemulihan restoratif. Bagi anak-anak berusia di bawah 12 tahun, yang melakukan tindak pidana, maka putusannya adalah pembinaan di luar pengadilan.
Sedangkan bagi anak-anak yang sudah berusia di atas 14 tahun, maka tetap bisa melewati proses hukum formal. Tentunya harus sesuai dengan kaidah hukum peradilan anak.
"Koridor untuk tidak dipublikasikan ke masyarakat harus tetap diperhatikan. Ini untuk kepentingan pemulihan dan hak dasar anak," tegasnya.
Sebelumnya, Krisna Wahyu Nurachmad ditemukan tewas di kamar 2B barak G17, Kompleks SMA Taruna Nusantara, Jumat, 31 Maret 2017 subuh. Dia ditemukan dengan luka tusuk di leher.
Pembunuhan tersebut bisa terungkap berdasarkan sejumlah barang bukti yang diamankan dari Tempat Kejadian Perkara. Di antaranya baju yang berlumur darah, pisau, kaca mata dan kaus.
Tidak butuh waktu lama, polisi berhasil menangkap pelaku AMR, siswa SMA Taruna Nusantara, yang juga rekan korban. Tersangka yang masih berusia 16 tahun itu menggunakan pakaian dinas PDH. Setelah melakukan aksi, tersangka langsung berganti pakaian dengan mengenakan pakaian training.
Akibat perbuatannya, kini AMR ditetapkan sebagai tersangka. Dia dijerat Pasal 80 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak juncto Pasal 34 KUHP tentang pembunuhan berencana. (hd)