Geolog Ingatkan Bahaya Gas Metana di Ledakan Sawahlunto

Lokasi tambang batu bara di Sawahlunto, Sumatera Barat, ditutup dan dilingkari garis polisi setelah peristiwa ledakan yang melukai dua pekerja pada 29 Maret 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andri Mardiansyah

VIVA.co.id - Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) mengingatkan bahaya gas metana dalam eksploitasi tambang batu bara. Perusahaan tambang harus memaksimalkan penggunaan peralatan pendeteksi gas metana, temperatur, dan peralatan keselamatan pekerja lain.

Ini Penyebab Ledakan Dahsyat di Tambang Batu Bara Iran yang Menewaskan 51 Pekerja

Jika tidak begitu, insiden ledakan seperti yang terjadi di kawasan tambang batu bara di Sawahlunto, Sumatera Barat, akan terus berulang di masa mendatang.

Perusahaan juga harus memperhatikan sistem ventilasi udara dan kelistrikan sesuai prosedur. Perusahaan, melalui kepala teknik tambang, sebelum memulai aktivitas tambang, harus memastikan lebih detail bahwa omeperasional sudah sesuai prosedur.

Ledakan Tambang Batu Bara Sebabkan 51 Orang Tewas di Timur Laut Iran

Menurut Ketua IAGI Sumatera Barat, Ade Edward, operasional tambang dalam memang penuh risiko dan memerlukan biaya besar serta kemampuan teknis yang mumpuni untuk bisa melaksanakan sesuai prosedur.

"Namun jika semua prosedur bisa dijalankan, maka insiden dapat diminimalisasi," kata Ade Edward di Padang pada Jumat, 31 Maret 2017.

Polisi Sita 3 Excavator Penambang Batu Bara Ilegal di Berau Kaltim

Di antara standar prosedur yang penting, salah satunya adalah alat pendeteksi gas metana yang dioperasikan selama 24 jam. Fungsinya, jika sewaktu-waktu terjadi peningkatan konsentrasi gas methana secara mendadak, dapat dideteksi secara dini dan memberikan peringatan kepada pekerja.

"Bila terjadi sesuatu di luar ambang normal maka sebelum terjadi air blast, seluruh personel dalam lubang tambang sudah dapat mengetahui secara dini dan segera mengevakuasi diri keluar lubang tambang. Alat deteksi mesti berfungsi terus karena juga berlaku sebagai warning system (sistem peringatan)," ujar Ade.

Selain itu, fasilitas ventilasi juga harus diperbanyak untuk menetralkan kandungan gas metana dengan selalu menyemburkan udara bersih dari luar ke bagian front tambang. Maka kualitas udara di front tambang selalu termonitor dan terkontrol baik. Ventilasi bisa dibantu alat blower.

Mengenai air blast yang menjadi dugaan sementara penyebab ledakan tambang batu bara milik CV Bara Mitra Kencana di Sawahlunto, Ade belum bisa memastikannya. "Kita tunggu dulu hasil pemeriksaan dan kajian oleh Inspektorat Pertambangan Provinsi," ujarnya.

Namun Ade tak menampik bahwa air blast adalah salah satu penyebab seringnya terjadi ledakan tambang. Air blast terjadi jika ada konsentrasi tinggi antara methana dengan debu batu udara.

Tambang meledak

Sebuah tambang batu bara meledak di Tanah Kuning, Kecamatan Talawi Sawahlunto, Sumatera Barat, pada Rabu pagi, 29 Maret 2017. Tambang itu milik CV Bara Mitra Kencana.

Geolog Ingatkan Bahaya Gas Metan soal Ledakan di Sawahlunto

Seorang di antara dua pekerja yang menjadi korban ledakan tambang batu bara di Sawahlunto dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr M Djamil, Kota Padang, Sumatera Barat, pada 29 Maret 2017. (VIVA.co.id/Andri Mardiansyah)

Dua pekerja mengalami luka bakar hingga 80 persen akibat ledakan itu. Mereka sempat kritis karena, selain luka bakar, juga mengalami trauma inhalasi atau udara panas masuk ke paru-paru.

Kedua korban sempat dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sawahlunto lalu dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr M Djamil, Kota Padang.

Sejak tahun 2009 hingga kini, sudah empat kali insiden ledakan tambang batu bara di Kota Sawahlunto. Korban terbanyak pada 2009, yakni 31 orang meninggal dunia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya