Cegah Bentrok, Pangkalan Ojek Online Bogor Akan Diatur
- VIVA.co.id/ Zahrul Damawan.
VIVA.co.id – Setelah melakukan pertemuan antara pengemudi ojek online dengan Musyawarah Pimpinan Daerah atau Muspida, Kota Bogor, Jawa Barat, massa pengemudi ojek online akhirnya membubarkan diri dan kembali ke rumahnya masing-masing dengan pengawalan personel Polri dan TNI.
"Kami akan berkordinasi dengan TNI dan Polri untuk meminta pengamanan dan melakukan penyisiran," ujar Waikota Bogor, Bima Arya Sugiarto, yang didamping Kapolresta Bogor Kota, Kombes Ulung Sempurna, usai melakukan pertemuan dengan perwakilan pengemudi ojek online, Rabu malam, 22 Maret 2017.
Ia mengatakan, pihaknya akan kembali berdialog dengan wakil-wakil dari pengemudi ojek online secara formal. Ini untuk merumuskan format yang terbaik menyelesaikan masalah perselisihan antara sopir angkutan umum dan pengemudi ojek online. Sudah dua hari ini suasana di Kota Bogor mencekam karena terjadi aksi saling sweeping.
"Besok kami akan merumuskan dengan Pemerintah Kabupaten Bogor dan Pemerintah Kota Bogor, karena terjadi gesekan antara ojek online dengan sopir angkot di daerah kawasan Kabupaten Bogor," katanya.
Ditambahkan Bima Arya, formulasi untuk menyelesaikan masalah sopir angkot dengan ojek online, antara lain dilakukan dengan pengaturan tempat mangkalnya.
"Sedang kami susun, terutama perlu dibentuknya Peraturan Daerah (Perda). Nanti kita akan merumuskan peraturan menteri menjadi perwali, salah satu poinnya pengaturan teknis, " ujarnya.
Karena itu, dia meminta kepada sopir sopir angkot agar tetap beroperasi atau tidak melakukan aksi mogok. Karena selain memicu perselisihan, aksi ini akan merugikan masyarakat yang memerlukan angkutan umum untuk aktivitas sehari-hari.
“Kami akan menurunkan beberapa truk untuk mengangkut para penumpang yang terlantar," katanya.
Sementara itu, Kapolresta Bogor, Kombespol Ulung Sempurna menambahkan, malam ini situasi di Kota Bogor dipastikan kondusif. Dia juga meminta kepada pengemudi angkutan umum dan ojek online agar sama-sama menjaga ketertiban umum dan tidak percaya dengan informasi yang belum tentu benar. Apalagi informasi yang tujuannya untuk memprovokasi.
"Kalau bisa jika ada informasi agar di cek lebih dulu," katanya.